AGOISME
Tingkatkan Kreativitasmu dan Teruslah Berkarya
MASUK
-
Laporan dari bahasa latin reportare, membawa kembali dokumen tertulis yang disusun sebagai hasil dari prosedur untuk menjelaskan informasi....
-
BAB I KONSEP DASAR I.1. DASAR PEMIKIRAN Dunia kemahasiswaan yang penuh dinamika merupakan suatu fase dalam siklus dalam kehidupan m...
-
1.Harmonika Kaca Harmonika kaca ini dibuat dengan bahan mangkuk kaca berbagai ukuran. Nah karena terbuat dari kaca harmonika ini termasuk j...
-
Menyesal Ana ( x1 ips b ) Pagiku hilang sudah melayang harimu sudah pergi sekarang petang datang membayang batang usiaku sudah tingg...
-
Seorang cewek sedang berjalan menyusuri kampung cewek tesebut bernama Sari ( Roby ),dia paling doyan menyanyi. Sari : Duh dimana ya rumah M...
-
Musik adalah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya dan selera seseorang. Definisi sejati te...
-
“Pangkep Juga Punya” Pemikiran Proposal Launching Album Angewa ini Dilatarbelakangi oleh pemikiran berikut: • Potensi dan kreativitas ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai konsekuensi atas terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang S...
Senin, 04 April 2011
“Bagaimanakah Media Gambar dapat Meningkatkan Pemahaman Berhitung Penjumlahan siswa kelas I di SD Negeri 045 Tarakan?”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan antara guru dan siswa memegang peranan penting. Suryosubroto (1997: 19), menyatakan bahwa proses belajar mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan, sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran. Hal senada diungkapkan Sukewi (1994: 3), bahwa dalam proses belajar mengajar terdapat komponen-komponen yang saling terkait, yang meliputi tujuan pengajaran, guru dan peserta didik, bahan pelajaran, metode/strategi belajar mengajar, alat/media, sumber pelajaran, dan evaluasi.
Mengacu pada pendapat tersebut di atas, maka proses belajar mengajar yang aktif ditandai adanya keterlibatan siswa secara komprehensif baik fisik, mental dan emosional. Hal yang dapat dilakukan guru dengan memanfaatkan media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan wahana dalam menyampaikan informasi/pesan pembelajaran pada siswa. Dengan adanya media pada proses belajar mengajar, diharapkan membantu guru dalam meningkatkan pemahaman belajar siswa. Oleh karena itu, guru seyogyanya menghadirkan media dalam setiap proses pembelajaran demi tercapainya tujuan yang hendak dicapai.
Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan pendapat Hamalik (1994: 12), yang menyatakan bahwa media pembelajaran adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada umumnya ketika guru membelajarkan siswa di kelasnya, masih banyak dijumpai penerapan strategi mengajar yang tidak serasi, yaitu tidak diberdaya gunakan alat serta sumber belajar yang optimal. Proses belajar mengajar menjadi terpusat pada guru, sehingga guru masih dianggap satu-satunya sumber ilmu yang utama. Proses pembelajaran yang demikian sudah barang tentu kurang menarik bagi siswa karena hanya menempatkannya sebagai objek saja, bukan sebagai subjek mempunyai keterlibatan dalam proses belajar mengajar.
Kemampuan berhitung merupakan salah satu bagian dari kemampuan Matematika, sebab salah satu prasyarat untuk belajar Matematika adalah belajar berhitung yang keduanya saling mendukung. Oleh karena itu antara Matematika dan berhitung tidak dapat dipisahkan. Pada kenyataannya dalam proses belajar mengajar guru-guru sering mengeluh karena siswa lamban dan kurang terampil dalam menyelesaikan perhitungan dari suatu pemecahan masalah.
Secara umum pelajaran Matematika merupakan salah satu pelajaran yang kurang menarik bagi siswa bahkan siswa berasumsi bahwa pelajaran Matematika itu sulit sehingga menjadi momok bagi sebagian siswa yang akhirnya berpengaruh pada interaksi proses belajar mengajar. Seperti Penulis ketahui juga bahwa mempelajari Matematika tidak boleh terpenggal-penggal karena Matematika itu, akan berhubungan dengan setiap bagiannya. Keterampilan berhitung penjumlahan di sekolah dasar merupakan kemampuan dasar untuk menyelesaikan persoalan-persoalan lebih lanjut, maka sangatlah tepat jika mendapat perhatian sejak awal.
Adanya kecenderungan proses pembelajaran Matematika yang terpusat pada guru juga dialami di SD Negeri 045 Tarakan, yang berdampak pada penurunan hasil belajar siswa. Dengan keterbatasan media atau alat peraga merupakan salah satu penyebab. Sehingga pembelajaran lebih bersifat searah dan membosankan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila rata-rata nilai pelajaran matematika pada siswa kelas I tahun Pembelajaran 2009/2010 sangat rendah yaitu 58.
Fenomena yang terjadi SD Negeri 045 Binalatung sehubungan dengan rendahnya hasil belajar berhitung penjumlahan bertalian erat dengan substansi materi berhitung yang cenderung hafalan. Terkait dengan itu diperlukan peran media pembelajaran untuk menjembatani kesenjangan pemahaman materi berhitung dengan fenomena dilapangan, sehingga siswa mampu mempelajari materi berhitung tanpa ada perasaan takut dan tertekan. Salah satu yang dapat dimanfaatkan media gambar sebagai alat bantu untuk memperjelas bahan ajar yang disajikan dalam pembelajaran Matematika khususnya berhitung penjumlahan dari 0 - 100. Maka dapat dimumgkinkan pemanfaatan media gambar dalam pembelajaran Matematika akan meningkatkan pemahaman berhitung siswa. Maka peneliti memandang perlu untuk menerapkan pemanfaatan media atau alat peraga di SD Negeri 045 Tarakan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah Media Gambar dapat Meningkatkan Pemahaman Berhitung Penjumlahan siswa kelas I di SD Negeri 045 Tarakan?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan belajar penggunaan media gambar dapat meningkatkan pemahaman berhitung penjumlahan pada siswa kelas I SD Negeri 045 Tarakan Tahun Pembelajaran 2010/2011.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk: Manfaat teoritis, memberikan masukan terhadap guru-guru dalam upaya pemanfaatan media pembelajaran, khususnya media gambar dalam proses belajar mengajar berhitung. Manfaat praktis, sebagai bahan memberikan masukan bagi guru dalam meningkatkan kualitas hasil belajar berhitung.
Media gambar dalam pembelajaran berhitung. Media Gambar Media gambar adalah gambar yang tak diproyeksikan, terdapat dimana- mana, baik dilingkungan siswa maupun orang dewasa, mudah diperoleh dan ditunjukkan kepada siswa (Hamalik, 1994:63). Adapun media gambar yang dimaksud adalah suatu alat untuk menyampaikan pesan pembelajaran berhitung yang berwujud gambar, sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Berhitung Aritmetika atau berhitung adalah cabang matematika yang berkenaan dengan sifat hubungan-hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Secara singkat aritmatika atau berhitung adalah pengetahuan tentang bilangan (Mulyono, 1999:253).
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hakikat belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku baik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.
Ada beberapa pendapat dari para ahli tentang pengertian belajar diantaranya. Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975) seperti dikutip Purwanto (2000:84), mengemukakan belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan. Sujana (1989:5) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya suatu perubahan pada diri seorang.
Winkel (1989:36) Belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu relatif konstan dan berbekas. Moskowitz dan Orgel mengatakan bahwa belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil langsung dari pengalaman dan bukan akibat hubungan-hubungan dalam sistem saraf yang dibawa sejak lahir (Darsono, 2000:3).
Dengan demikian belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Oleh karena itu seseorang dikatakan belajar apabila dalam diri orang tersebut terjadi perubahan tingkah laku yang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuan, sikap, percakapan, kebiasaan dan lain-lain. Tetapi tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar. Berikut ciri-ciri belajar adalah :
1. Belajar dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan.
2. Belajar merupakan pengalaman sendiri.
3. Belajar merupakan proses interaksi antara individu dan lingkungan.
4. Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar (Darsono, 2000:30-31).
Jadi perubahan tingkah laku yang terjadi merupakan hasil atau akibat dari upaya-upaya/latihan yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan. Tingkah laku yang terjadi merupakan hasil dari proses belajar yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran merupakan satu sistem, artinya ada beberapa komponen yang saling berpengaruh terhadap perolehan hasil belajar siswa. Seorang siswa yang termasuk pandai disuatu kelas, belum tentu ketika ulangan mendapatkan hasil yang selalu memuaskan. Hal ini disebabkan beberapa faktor, di samping kemampuan berpikir juga dipengaruhi oleh hal-hal lain seperti motivasi, keadaan fisik, lingkungan siswa, dan sebagainya. Beberapa faktor yang mempengaruhi belajar tersebut antara lain:
a. Faktor-faktor yang berasal dari luar individu siswa
Faktor yang ada di luar individu disebut juga faktor sosial. Faktor-faktor sosial tersebut antara lain :
1. Faktor keluarga Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami dan dicapai oleh anak-anak. Termasuk ada tidaknya fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam belajar turut memegang peranan penting pula.
2. Guru dan Cara Mengajarnya Dalam belajar di sekolah, faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor yang penting. Bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak didiknya, turut menentukan bagaimana hasi beajar yang dapat dicapai anak.
3. Alat-alat Pelajaran Faktor guru dan cara mengajarnya, tidak dapat kita lepaskan dari ada
tidaknya alat-alat pelajaran yang tersedia di sekolah. Sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan mempercepat belajar anak
4. Motivasi Sosial Karena belajar adalah suatu proses yang timbul dari dalam, maka faktor motivasi memegang peranan pula. Jika guru atau orang tua dapat memberikan motivasi yang baik pada anak maka akan timbul dorongan dan hasrat untuk belajar lebih baik. Motivasi sosial dapat timbul pada anak dari orang-orang disekitarnya.
5. Lingkungan dan kesempatan, Faktor lingkungan dan kesempatan ini lebih berlaku bagi cara belajar pada orang-orang dewasa.
b. Faktor-faktor individual
Faktor-faktor individual adalah faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri. Yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain :
1. Kematangan / pertumbuhan
Kita mengajarkan sesuatu pada anak baru dapat berhasil jika taraf pertumbuhan pribadi telah memungkinkan dan potensi-potensi jasmani atau rohaninya telah matang untuk itu.
2. Kecerdasan / Intelijensi
Di samping kematangan, dapat tidaknya seseorang mempelajari sesuatu dengan berhasil baik ditentukan/dipengaruhi pula oleh taraf kecerdasannya. Jadi dalam belajar kecuali kematangan, integensi pun turut memegang peranan.
3. Latihan dan Ulangan
Karena sering mengulangi sesuatu, maka kecakapan dan pengetahuan yang dimilikinya dapat menjadi makin dikuasai dan makin mendalam. Sebaliknya tanpa latihan pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki dapat menjadi hilang atau berkurang.
4. Motivasi
Motivasi merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu.
5. Sifat-sifat Pribadi Seseorang
Di samping faktor-faktor sosial lainnya, berhasil tidaknya belajar faktor pribadi seseorang turut pula memegang peranan karena tiap-tiap orang mempunyai sifat-sifat kepribadiannnya masing-masing.
B. Pembelajaran Matematika di SD
1. Tujuan dan Fungsi
Tujuan umum diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif.
b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan (Depdikbud 1993:96).
Dengan demikian, tujuan umum pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar tersebut memberikan tekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap serta keterampilan dalam penerapan matematika. Siswa SD setelah selesai mempelajari matematika bukan saja diharapkan memiliki sikap kritis, cermat, dan jujur, serta cara berfikir yang logis dan rasional dalam menyelesaikan suatu masalah, melainkan juga harus mampu menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari serta memiliki pengetahuan matematika yang cukup kuat sebagai bekal untuk mempelajari matematika lebih lanjut dan dalam mempelajari ilmu-ilmu lain.
Adapun pembelajaran matematika berfungsi untuk: Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (Depdikbud, 1993:95).
2. Teori Belajar Matematika
Beberapa teori belajar Matematika adalah sebagai berikut:
a. Teori Brunner
Metode yang di dukung oleh Bruner adalah belajar dengan penemuan. Dalam mempelajari matematika seseorang siswa perlu secara langsung menggunakan bahan- bahan manipulatif. Bahan-bahan tersebut merupakan benda konkrit yang dirancang khusus dan dapat diotak atik oleh siswa dalam berusaha memahami konsep matematika (Suminarsih, 2004:5). Adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan fisik ini akan memberikan kesempatan siswa untuk melaksanakan penemuan. Bruner dalam Paimin (1998:6) mengemukakan bahwa dalam proses belajar anak melewati tiga tahap perkembangan mental, sebagai berikut:
1) Tahap Enaktif (kongkrit). Siswa belajar konsep dengan memanipulasi benda-benda secara langsung.
2) Tahap Ikonik (semi kongkrit). Siswa memahami konsep matematika yang bersifat abstrak dengan bantuan model-model semi kongkrit, tabel, gambar, bagan, dan lain- lain.
3) Tahap Simbolik (abstrak) Siswa belajar konsep dan operasi, matematika langsung dengan kata-kata atau simbol-simbol tanpa obyek kongkrit maupun model semi kongkrit.
b. Teori Piaget
Teori Piaget disebut juga teori kognitif, teori intelektual atau teori belajar. Disebut teori belajar kognitif karena berkenaan dengan kesiapan siswa untuk mampu belajar dan disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan siswa. Menurut Piaget dalam Hudoyo (1990:7), belajar juga merupakan sesuatu yang keluar dari dalam diri anak, meningkatkan perkembangan mental anak ke tahap yang lebih tinggi, dapat dilakukan dengan memperkaya pengalaman anak terutama pengalaman konkret, karena dasar perkembangan mental adalah melalui pengalaman-pengalaman aktif dengan menggunakan benda-benda di sekitarnya.
Di samping itu perkembangan bahasa anak merupakan salah satu kunci untuk mengembangkan kognitifnya. Pendapat Piaget yang paling terkenal, sesuai dengan penelitiannya mengemukakan bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis (menurut usia), yaitu:
1) Tahap Sensori Motor, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun. Pada tahap ini aktivitas anak didasarkan atas pengalaman-pengalaman atau tindakan-tindakan langsung melalui panca indera.
2) Tahap Pra Operasional, dari sekitar 2 tahun sampai 7 tahun. Pada tahap ini anak dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi (tidak langsung) serta bayangan dalam mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis dan tidak lagi mereaksi begitu saja terhadap stimulus-stimulus melainkan nampak ada suatu aktivitas internal.
3) Tahap Operasi Konkrit, dari umur 7 tahun sampai 11 tahun. Pada tahap ini anak sudah memahami hubungan fungsional, cara berpikirnya konkret belum menangkap yang abstrak. Tahap ini sangat penting karena anak sudah mulai menggeneralisasikan objek-objek yang diamatinya. Hal ini erat hubungannya dengan matematika. Konsep matematika yang didasarkan pada benda-benda konkret lebih mudah dipahami dari pada memanipulasi istilah-istilah abstrak.
4) Tahap Operasi Formal, dari umur 11 tahun keatas. Tahap ini adalah tahap tertinggi dari perkembangan kognitif anak. Anak- anak mengembangkan cara-cara berpikir logis seperti halnya orang dewasa dan mulai menggunakan aturan-aturan formal dari pikiran dan logika untuk memberikan dasar kebenaran (justification) jawaban-jawaban mereka (Hudoyo:1990:8). Siswa sekolah dasar menurut Piaget berada pada tahap operasi konkrit, dimana anak sudah mulai memiliki pemahaman operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Siswa memahami konsep kekekalan kemampuan mengklasifikasi kemampuan mengurutkan obyek dan juga telah memiliki kemampuan ekivalensi.
Ciri-ciri anak yang berada dalam tahap operasional konkrit adalah:
a. Siswa belum mampu melakukan operasi yang komplek
b. Siswa dapat melakukan operasi logis yang berorientasi kepada obyek- obyek atau peristiwa yang dialaminya.
c. Siswa dapat menalar induktif, tetapi sangat lemah bernalar deduktif
d. Masih mengalami kesulitan menagkap ide atau gagasan abstrak
c. Teori Brownell
Teori ini berdasarkan keyakinan bahwa anak-anak pasti memahami apa yang sedang mereka pelajari jika secara permanen atau secara terus menerus untuk waktu yang lama. Brownell mendukung penggunaan benda-benda konkrit untuk dimanipulasikan sehingga anak-anak dapat memahami makna dari konsep dan keterampilan baru yang mereka pelajari (Suminarsih, 2003:5).
d. Teori Dienes
Teori Dienes dikembangkan berdasarkan teori perkembangan intelektual dari Piaget. Dienes memandang matematika sebagai struktur, pengklasifikasian struktur, memisahkan hubungan-hubungan yang terdapat di dalam struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes dalam Paimin (1998:7), berpendapat bahwa setiap konsep atau prinsip matematika dapat dimengerti secara sempurna, hanya jika disajikan pada anak dalam bentuk-bentuk konkret. Jadi abtraksi didasarkan pada intuisi dan pengalaman- pengalaman konkret.
Mengacu dari beberapa teori belajar diatas, maka dalam penelitian ini teori belajar matematika yang dipakai adalah teori belajar dari Piaget, khususnya tahap operasi konkrit. Hal ini dikarenakan pada tahap tersebut siswa lebih memahami sesuatu materi secara konkrit dari pada hal-hal yang bersifat abstrak. Secara sederhana dapatlah dicontohkan, dalam hal pengerjaan soal cerita. Siswa akan memahami soal cerita tersebut apabila materi yang diberikan berhubungan dengan sesuatu yang konkret. Namun apabila soal cerita berhubungan dengan sesuatu yang abstrak, sudah barang tentu siswa akan kesulitan untuk menyelesaikan soal cerita tersebut dengan menggunakan kalimat matematika yang tepat.
Dengan menguasai teori belajar dari Piaget, dimungkinkan siswa akan dapat mengikuti pelajaran dengan baik, bahkan guru pun dapat memotivasi siswa sehingga siswa berminat belajar matematika. Teori belajar-mengajar matematika yang dikuasai guru akan dapat diterapkan pada siswa jika para guru dapat memilih strategi belajar- mengajar yang tepat, mengetahui tujuan pendidikan, pengajaran, dan pendekatan yang diharapkan, serta dapat melihat apakah siswa sudah mempunyai kesiapan kemampuan belajar atau belum. Dengan mengetahui kesiapan siswa dalam belajar matematika, maka pengajaran yang disampaikan dapat disesuaikan dengan kemampuan siswa.
3. Hasil Belajar Matematika
Salah satu tugas sekolah adalah memberikan pengajaran kepada siswa. Mereka harusmemperoleh kecakapan dan pengetahuan dari sekolah, di samping mengembangkan pribadinya. Pemberian kecakapan dan pengetahuan kepada siswa, yang merupakan proses belajar-mengajar yang dilakukan oleh guru di sekolah dengan menggunakan cara-cara atau metode-metode tertentu (Suryosubroto, 1997:148).
Secara etimologis, hasil belajar merupakan gabungan dari kata hasil dan belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:343), hasil adalah sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan) akibat usaha. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperotes suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan (Tim Pengembang MKDK 1990:3). Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diperoleh suatu pengertian bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah belajar, yang wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Derajat kemampuan yang di peroleh siswa diwujudkan dalam bentuk nilai hasil belajar matematika.
C. Pembelajaran Berhitung
Berhitung adalah salah satu ilmu yang berkaitan dengan usaha-usaha melatih kecerdasan dan keterampilan siswa khususnya dalam menyelesaikan soal- soal yang memerlukan perhitungan. Menurut Ruseffendi (1989:38), pengerjaan-pengerjaan hitung ialah pengerjaan tambah (menambah), pengerjaan kurang (mengurangi), pengerjaan kali (perkalian), pengerjaan bagi (pembagian). Dari keempat pengerjaan ini yang merupakan pengerjaan pokok ialah penambahan.
Penambahan disebut pula penjumlahan, pengurangan merupakan lawan penjumlahan, perkalian merupakan penambahan berulang sedangkan pembagian merupakan pengurangan berulang. Pendapat Sinaga (1988), seperti dikutip Mulyono (2003:253) berhitung adalah sebagai cabang matematika yang berkenaan dengan sifat-sifat dan hubungan bilangan-bilangan nyata dan dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan, perkalian, pengurangan dan pembagian.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berhitung adalah salah satu ilmu yang berkaitan dengan usaha untuk melatih kecerdasan dan keterampilan siswa khususnya dalam menyelesaikan soal-soal yang memerlukan perhitungan. Adapun tujuan dan prinsip-prinsip dalam pengajaran berhitung adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Pengajaran Berhitung di Sekolah Dasar adalah:
a. Menanamkan pengertian bilangan dan kecakapan dasar berhitung.
b. Memupuk dan mengembangkan kemampuan berpikir logis dan kritis dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang.
c. Mengembangkan kemampuan dan sikap rasional, ekonomis dan menghargai waktu.
d. Meletakkan landasan berhitung yang kuat untuk mempelajari pengetahuan lebih lanjut (Depdikbud, 1992:1).
2. Prinsip-prinsip Pengajaran Berhitung di Sekolah Dasar yaitu:
a. Menanamkan proses belajar dalam berhitung seperti latihan (drill), menghafal dan ulangan memang memadai tetapi akan lebih efektif apabila guru mendorong kreativitas murid dengan membantu pengertian ide dasar dan prinsip-prinsip berhitung melalui kegiatan-kegiatan tersebut. Pengajaran berhitung yang dilandasi pengertian akan mengakibatkan daya ingat dan daya transfer yang lebih besar.
b. Dalam menyajikan topik-topik baru hendaknya dimulai dari tahapan yang paling sederhana menuju pada tahapan yang lebih kompleks, dari yang kongkrit menuju ke yang lebih abstrak, dari lingkungan yang dekat dengan anak menuju ke lingkungan yang lebih luas.
c. Pengalaman-pengalaman sosial anak dan penggunaan benda-benda kongkrit perlu dilakukan guru untuk membantu pemahaman anak-anak terhadap pengertian-pengertian dalam berhitung.
d. Setiap langkah dalam pengajaran berhitung hendaknya diusahakan melalui penyajian yang menarik untuk menghindarkan terjadinya tekanan atau ketegangan pada diri anak.
e. Setiap anak belajar dengan kesiapan dan kecepatannya sendiri-sendiri. Tugas guru selain memotivasi kesiapan juga memberikan pengalaman yang bervariasi dan efektif.
f. Latihan-latihan sangat penting untuk memantapkan pengertian dan keterampilan. Karena itu latihan-latihan harus dilandasi pengertian. Latihan akan sangat efektif apabila dilakukan dengan mengikuti prinsip- prinsip penciptaan suasana yang baik. Latihan yang terlalu rumit, padat dan melelahkan hendaknya dihindarkan untuk mencegah terjadinya ketegangan. Berlatih secara berkala, teratur dengan mengulang kembali secara ringkas, akan mendorong kegiatan belajar karena timbul rasa menyenangi dan menghindarkan kelelahan.
g. Relevansi berhitung dengan kehidupan sehari-hari perlu ditekankan. Dengan demikian pelajaran berhitung yang didapatkan anak-anak akan lebih bermakna baginya dan lebih jauh mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu guru perlu membuat persiapan yang terencana agar anak-anak mendapatkan pengalaman belajar yang beragam dan fungsional (Depdikbud, 1992:1-2). Mengabaikan pemakaian berhitung dalam situasi yang fungsional selain membuat anak bosan juga melepaskan anak dari pengalaman belajar yang hidup dan penuh arti.
D. Media Gambar sebagai Salah Satu Media Pengajaran
1. Pengertian Media Gambar
Di antara media pembelajaran, media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai gambar daripada tulisan, apalagi jika gambarnya dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan gambar yang baik, sudah barang tentu akan menambah semangat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Di bawah ini beberapa pengertian media gambar, diantaranya:
a. Media gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual kedalam bentuk dua dimensi sebagai curahan ataupun pikiran yang bentuknya bermacam-macam seperti lukisan, potret, slide, film, strip, opaque projector (Hamalik, 1994:95).
b. Media gambar adalah media yang paling umum dipakai, yang merupakan bahasan umum yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana (Sadiman, 1996:29).
c. Media gambar merupakan peniruan dari benda-benda dan pemandangan dalam hal bentuk, rupa, serta ukurannya relatif terhadap lingkungan (Soelarko, 1980:3).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa media gambar adalah perwujudan lambang dari hasil peniruan-peniruan benda-benda, pemandangan, curahan pikir atau ide-ide yang di visualisasikan kedalam bentuk dua dimensi. Bentuknya dapat berupa gambar situasi dan lukisan yang berhubungan dengan pokok bahasan berhitung.
2. Fungsi Media Gambar
Pemanfaatan media pembelajaran ada dalam komponen metode mengajar sebagai salah satu upaya untuk mempertinggi proses interaksi guru-siswa dan interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya. Oleh sebab itu fungsi utama dari media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang penggunaan metode mengajar yang dipergunakan guru. Melalui penggunaan media pembelajaran diharapkan dapat mempertinggi kualitas proses belajar-mengajar yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hasil belajar siswa. Secara garis besar, fungsi penggunaan media gambar adalah sebagai berikut:
a. Fungsi edukatif, yang artinya mendidik dan memberikan pengaruh positif pada pendidikan.
b. Fungsi sosial, memberikan informasi yang autentik dan pengalaman berbagai bidang kehidupan dan memberikan konsep yang sama kepada setiap orang.
c. Fungsi ekonomis, meningkatkan produksi melalui pembinaan prestasi kerja secara maksimal.
d. Fungsi politis, berpengaruh pada politik pembangunan.
e. Fungsi seni budaya dan telekomunikasi, yang mendorong dan menimbulkan ciptaan baru, termasuk pola usaha penciptaan teknologi kemediaan yang modern (Hamalik, 1994:12). Fungsi-fungsi tersebut di atas terkesan masih bersifat konseptual. Fungsi praktis yang dijalankan oleh media pengajaran adalah sebagai berikut: Mengatasi perbedaan pengalaman pribadi peserta didik, misalnya kaset video rekaman kehidupan di laut sangat diperlukan oleh anak yang tinggal di daerah pegunungan. Mengatasi batas ruang dan kelas. Misalnya gambar tokoh pahlawan yang dipajang diruang kelas. Mengatasi keterbatasan kemampuan indera. Mengatasi peristiwa alam. Misalnya rekaman peristiwa letusan gunung berapi untuk menerangkan gejala alam.
f. Menyederhanakan kompleksitas materi.
g. Memungkinkan siswa mengadakan kontak langsung dengan masyarakat atau alam sekitar (Rohani, 1997:6-7).
3. Karakteristik Media
Menurut Rahadi (2003:27-28) ada beberapa karakteristik media gambar, yaitu:
1. Harus autentik, artinya dapat menggambarkan obyek/peristiwa seperti jika siswa melihat langsung.
2. Sederhana, komposisinya cukup jelas menunjukkan bagian-bagian pokok dalam gambar tersebut.
3. Ukuran gambar proposional, sehingga siswa mudah membayangkan ukuran sesungguhnya benda/obyek yang digambar.
4. Memadukan antara keindahan dengan kesesuaiannya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
5. Gambar harus message. Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik, gambar hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Atas dasar karakteristik tersebut maka media gambar memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:
Kelebihan media gambar adalah
1. Sifatnya konkrit dan lebih realistis dalam memunculkan pokok masalah, jika dibandingkan dengan bahasa verbal.
2. Dapat mengatasi batasan ruang dan waktu.
3. Dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
4. Memperjelas masalah dalam bidang apa saja dan untuk semua orang tanpa memandang umur sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman.
5. Harganya murah dan mudah didapat serta digunakan (Sadiman, 1996:31).
Adapun kelemahan media gambar adalah
1. Hanya menampilkan persepsi indera mata, ukurannya terbatas hanya dapat terlihat oleh sekelompok siswa
2. Gambar diintepretasikan secara personal dan subyektif.
3. Gambar disajikan dalam ukuran yang sangat kecil, sehingga kurang efektif dalam pembelajaran (Rahadi, 2003:27)
Keefektifan Media Gambar dalam Pembelajaran Berhitung Pengajaran sebagai upaya terencana dalam membina pengetahuan sikap dan keterampilan para siswa melalui interaksi siswa dengan lingkungan belajar yang diatur guru pada hakikatnya mempelajari lambang-lambang verbal dan visual, agar diperoleh makna yang terkandung didalamnya. Lambang-lambang tersebut dicerna, disimak oleh para siswa sebagai penerima pesan yang disampaikan guru. Oleh karena itu pengajaran dikatakan efektif apabila siswa dapat memahami makna yang dipesankan oleh guru sebagai lingkungan belajarnya.
Pesan visual yang paling sederhana, praktis, mudah dibuat dan banyak diminati siswa pada jenjang pendidikan dasar adalah gambar. Disamping itu daya tarik gambar sebagai media pengajaran bergantung kepada usia para siswa. Siswa kelas I lebih menyenangi gambar-gambar yang sederhana dan bersifat realistis seperti gambar-gambar naturalis dari pada siswa kelas IV.
Menurut Sudjana (2001:12) tentang bagaimana siswa belajar melalui Media gambar adalah sebagai berikut:
a. Ilustrasi gambar merupakan perangkat pengajaran yang dapat menarik minat belajar siswa secara efektif.
b. Ilustrasi gambar merupakan perangkat tingkat abstrak yang dapat ditafsirkan berdasarkan pengalaman dimasa lalu, melalui penafsiran kata-kata.
c. Ilustrasi gambar membantu para siswa membaca buku pelajaran terutama dalam menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi teks yang menyertainya.
d. Dalam booklet, pada umumnya anak-anak lebih menyukai setengah atau satu halaman penuh bergambar, disertai beberapa petunjuk yang jelas.
e. Ilustrasi gambar isinya harus dikaitkan dengan kehidupan nyata, agar minat para siswa menjadi efektif.
f. Ilustrasi gambar isinya hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan gerakan mata pengamat, dan bagian-bagian yang paling penting dari ilustrasi itu harus dipusatkan dibagian sebelah kiri atas medan gambar.
Dengan demikian media gambar merupakan salah satu teknik media pembelajaran yang efektif karena mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas, kuat dan terpadu melalui pengungkapan kata-kata dan gambar.
E. Langkah-langkah Pembelajaran Berhitung dengan Media Gambar.
Proses belajar mengajar berhitung dilaksanakan dari konkret ke yang abstrak, sesuai dengan penyajiannya yang didasarkan atas prinsip: mudah ke sukar, sederhana ke rumit, konkrit ke abstrak, lingkungan sehari-hari dari yang sempit dan dekat dengan siswa ke yang lebih luas dan jauh dengan siswa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara teoritis, pemanfaatan media gambar dalam pembelajaran matematika sudah barang tentu merupakan internalisasi dari diperolehnya pengalaman langsung melalui benda-benda tiruan, yang merupakan wujud dari pengalaman yang paling tinggi nilainya, sekaligus merupakan penjelas dari konsep-konsep pelajaran matematika yang bersifat abstrak. Selaras dengan tujuan pemanfaatan media gambar yakni untuk menyederhanakan kompleksitas materi, maka pembelajaran matematika dengan media gambar akan membantu siswa dalam memahami materi pelajaran.
Daya imajinasi atau citra anak didik dapat ditimbulkan dengan menata dan menyusun unsur-unsur visual dalam materi pengajaran. Dalam merancang media pengajaran perlu memperhatikan beberapa patokan guna mempertinggi daya tarik serta motivasi belajar siswa, antara lain:
a. Kesederhanaan, dalam tata letak (lay out) media pengajaran tampak pada gambar yang cukup besar dengan ukuran gambar 30 cm x 21 cmdan jelas rincian pokoknya sehingga terlihat jelas perbedaan antara latar depan dan latar belakang unsur pokok yang ditonjolkan.
Kegunaan alat peraga untuk:
1. Membilang dan menghitung secara urut
2. Menyebutkan banyak benda
3. Membandingkan dua bilangan
b. Keterpaduan, ada hubungan erat di antara berbagai unsur visual sehingga keseluruhannya berfungsi padu.
c. Penekanan, memegang peranan penting dalam media pengajaran walaupun penyajian bersifat tunggal, memiliki keterpaduan, seringkali memerlukan penekanan hanya pada satu unsur yang justru memerlukan titik perhatian siswa.
d. Keseimbangan, mencakup dua macam yaitu keseimbangan formal atau simetris dan keseimbangan informal atau asimetris.
e. Garis Fungsi garis dalam sebagai unsur visual adalah sebagai penuntun bagi para pengamat (siswa), dalam mempelajari rangkaian konsep, gagasan, makna atau isi pelajaran yang tersirat di dalam media gambar yang dipertunjukkan.
f. Bentuk, bentuk sebagai unsur visual diperlukan dalam sebuah pameran.
g. Tekstur, adalah unsur visual yang memungkinkan timbul suatu kesan kasar atau halusnya permukaan. Tekstur juga dapat digunakan seperti warna dalam hal penekanan, aksentuasi atau pemisahan, serta dapat menambah kesan keterpaduan.
h. Ruang, merupakan unsur gambar yang penting dalam merancang media pengajaran. Hanya dengan pemanfaatan ruang secara hati-hati berbagai unsure visual dari sebuah rancangan media gambar akan menjadi efektif.
i. Warna, merupakan penambahan yang penting untuk sebagian besar media visual, tetapi pemakaiannnya harus hemat dan hati-hati bila menghendaki hasil yang terbaik (Sujana, 2001:20-25).
Selain mempertimbangkan dari segi unsur-unsur media gambar kita juga harus memperhatikan beberapa prinsip umum agar menghasilkan gambar yang komunikatif dalam pembelajaran diantaranya sebagai berikut :
a. Visible, berarti mudah dilihat oleh seluruh sasaran didik yang akan memanfaatkan media yang kita buat.
b. Interesting, artinya menarik, tidak monoton dan tidak membosankan.
c. Simple, artinya sederhana, singkat, tidak berlebihan.
d. Useful, maksudnya adalah gambar yang ditampilkan harus dipilih yang benar- benar bermanfaat bagi sasaran didik. Jangan menayangkan tulisan terlalu banyak yang sebenarnya kurang penting.
e. Accurate, isinya harus benar dan tepat sasaran.
f. Legitimate, maksudnya adalah bahwa visual yang ditampilkan harus sesuatu yang sah dan masuk akal. Gambar yang tidak lazim atau tidak logis akan dianggap janggal oleh anak.
g. Structured, maksudnya gambar harus terstruktur atau tersusun dengan baik, sistematis, dan runtut sehingga mudah dipahami pesannya.
h. Gunakan grafik untuk menggambarkan ikhtisar keseluruhan materi sebelum menyajikan unit demi unit pelajaran untuk digunakan oleh siswa mengorganisasikan materi.
i. Warna harus digunakan secara realistik (Rahadi, 2003:26-27).
Sehubungan dengan penerapan unsur-unsur dan prinsip-prinsip media gambar dalam proses belajar mengajar berhitung, maka ada beberapa langkah yang perlu ditempuh guru, yaitu:
a. Tahap persiapan, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran dan menyiapkan berbagai media gambar yang berhubungan dengan pokok bahasan yang diajarkan.
b. Tahap pelaksanaan, guru menyajikan materi pelajaran dengan memanfaatkan media gambar, sehingga menarik perhatian siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga media tersebut tidak dimanfaatkan guru saja.
c. Tahap evaluasi, guru mengadakan evaluasi materi pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif. Selebihnya guru dapat mengadakan evaluasi terhadap media gambar yang digunakan.
F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah:
“Dengan pemanfaatan media gambar, maka pemahaman berhitung Penjumlahan siswa kelas I SD Negeri 045 Tarakan Tahun Pembelajaran 2010/2011, dapat meningkat”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas(PTK). Penelitian tindakan kelas memiliki peranan yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan mutu pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik.
B. Desain Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dirancang untuk dilaksanakan dalam beberapa siklus. Setiap siklus memiliki beberapa tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan atau tindakan, pengamatan, dan reflekasi.
Siklus I
a. Perencanaan
1) Guru menentukan pokok bahasan yang akan diajarkan.
2) Merancang pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
3) Merancang pembelajaran dengan menggunakan Media gambar.
4) Merancang latihan soal secara individual.
5) Merancang analisis hasil kemampuan siswa menyelesaikan soal tes.
6) Merancang observasi pelaksanaan tindakan kelas oleh guru.
7) Merancang observasi aktivitas belajar siswa.
b. Pelaksanaan
1) Dilaksanakan pada jam pelajaran pertama dan kedua selama 80 menit.
2) Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan Media Gambar.
3) Dengan metode Permainan kartu, guru mengamati pemahaman konsep yang telah dikuasai siswa.
4) Siswa dengan bimbingan guru membantu simpulan.
5) Siswa latihan soal secara individu.
6) Guru mengadakan tes formatif.
c. Pengamatan
1) Penelitian berkolaborasi dengan teman seprofesi untuk melakukan pengamatan.
2) Observer mengamati jalannya pembelajaran dan penilaian kemampuan guru dalam mengelola kelas, kelompok, serta menilai kemampuan siswa.
3) Melakukan penilaian hasil latihan soal yang dikerjakan siswa secara individual.
d. Refleksi
1) Guru sudah menyediakan Media gambar , namun peraga tersebut masih sulit dipergunakan, sehingga siswa sulit memanfaatkan.
2) Siswa belum mampu memperagakan Media gambar dengan baik.
3) Dalam memperagakan masih ada siswa yang belum paham.
4) Siswa masih menemui kesulitan dalam membuat simpulan hasil permainan kartu.
5) Hasil tes formatif pada materi ini masih rendah, maka perlu diadakan
Siklus II
a. Perencanaan
1) Guru menyiapkan materi pelajaran.
2) Guru menyusun rencana pengajaran.
3) Guru menyiapkan instrumen pembelajaran, antara lain: lembar pengamatan guru, lembar pengamatan siswa, dan lembar kerja siswa.
4) Guru membingkai media gambar.
5) Guru menyusun tes formatif.
b. Pelaksanaan
1) Dilaksanakan pada jam pelajaran pertama dan kedua selama 80 menit.
2) Guru membagi media gambar, tiap kelompok menerima seperangkat peraga.
3) Guru meragakan Media gambar , untuk menjelaskan materi.
4) Guru membagi lembar kerja siswa.
5) Guru mengawasi siswa dalam melakukan media gambar dan member bimbingan bagi kelompok yang menemui kesulitan.
6) Siswa membuat simpulan hasil penggunaan media gambar dengan bimbingan guru.
7) Siswa mengadakan tes formatif.
c. Pengamatan
1) Penelitian berkolaborasi dengan tema seprofesi untuk melakukan pengamatan.
2) Observer mengamati jalannya pembelajaran dan penelitian kemampuan guru dalam mengelola kelas, kelompok, serta menilai kemampuan siswa dalam mengerjakan LKS.
3) Melakukan penilaian hasil latihan soal yang dikerjakan siswa secara individual.
d. Refleksi
1) Peragaan permainan kartu yang dilakukan guru berlangsung lancar mudah dipahami siswa, sebab peraga mudah digunakan.
2) Siswa dapat melakukan permainan kartu dengan baik untuk mengukur kemampuan membaca anak.
3) Dalam membuat simpulan, tiap kelompok sudah dapat menyusun kalimat yang baik, sebagai kalimat simpulan.
4) Hasil tes formatif telah menunjukkan ketuntasan individu.
5) Penggunaan Media Gambar yang telah dilakukan guru dan siswa sudah baik namun perlu ditingkatkan agar semua siswa dapat memperagakan Media gambar tersebut.
6) Hasil tes formatif siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan belajar.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan media gambar dalam pembelajaran berhitung dapat mencapai hasil yang optimal.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan mulai bulan Februari 2011 sampai Maret 2011 Tahun Pembelajaran 2010 - 2011. Tempat penelitian Tindakan Kelas ini adalah di SDN 045 Tarakan.
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang ambil oleh peneliti adalah siswa kelas I SDN 045 Tarakan Tahun Pembelajaran 2010/2011. Dengan jumlah siswa laki - laki 8 orang dan perempuan 9 orang.
E. Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari:
1. Lembar observasi
Menggunakan lembar observasi untuk mengukur tingkat aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar matematika.
2. Angket Kepada Siswa
Menggunakan angket untuk mengetahui pendapat atau sikap siswa tentang pembelajaran dengan media gambar .
3. Tes
Bentuk tes isian bersifat individu. Soal dibuat oleh peneliti dengan indikator yang telah dirumuskan. Digunakan untuk mengukur prestasi Siswa Kelas I
F. Tehnik Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis dengan rincian sebagai berikut:
1. Hasil isian lembar observasi dianalisis tingkat keaktifan siswa
Dengan: O = Nilai rata-rata hasil observasi
∑ = Keaktifan Siswa
N = seluruh Siswa
2. Hasil angket diambil secara deskripsi tingkat keefektifan metode pembelajarans tingkat keaktifan siswa
Dengan: A = Nilai rata-rata hasil angket
∑ = Pernyataan
N = Jumlah seluruh Siswa
Peneliti melakukan penjumlahan nilai hasil yang diperoleh siswa yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada dikelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes yang dirumuskan:
Dengan: X = Nilai rata-rata Hasil Tes
∑ X = Jumlah Semua Nilai Siswa
N = Jumlah Siswa
G. Kriteria Keberhasilan Tindakan
Kriteria keberhasilan tindakan kelas dalam PTK ini dinyatakan berhasil apabila 80 % dari Jumlah Siswa mencapai nilai 60. Apabila kriteria keberhasilan tindakan dinyatakan belum berhasil maka siklus akan diteruskan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas telah dilaksanakan di SD Negeri 045 Tarakan pada semester II tahun pembelajaran 2010/2011, dengan subyek penelitian adalah siswa kelas I B yang berjumlah 21 siswa.Penelitian ini bertujuan Meningkatkan Pemahaman Berhitung Penjumlahan dengan media gambar siswa kelas I di SD Negeri 045 Tarakan?”
Pada penelitian tindakan kelas ini diperoleh data tentang Pemahaman berhitung dengan penggunaan media gambar. Pelaksanaan tindakan terbagi dalam tiga siklus secara berkelanjutan.
A. Hasil Penelitian
1. Siklus I
Siklus I dilaksanakan pada tanggal 15 dan 18 Mei 2010 selama 2 hari. Hasil penelitian ini diperoleh data-data sebagai berikut.
a. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan ini meliputi sebagai berikut.
1) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.
2) Guru/ peneliti membuat alat peraga/media gambar.
3) Membuat alat evaluasi dan kunci jawaban
4) Menyusun instrumen observasi dan daftar siswa
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan ini sesuai dengan yang direncanakan, adapun kegiatannya meliputi:
1) Jumlah pertemuan 2 kali pertemuan yaitu pertemuan pertama untuk kegiatan pembelajaran dan pertemuan kedua untuk kegiatan pembelajaran dan evaluasi
2) Melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran.
3) Mengadakan evaluasi akhir siklus.
4) Mengkoreksi hasil pekerjaan siswa.
c. Observasi
Berdasarkan hasil observasi kepada siswa kelas IB dimana pada siklus I diketahui bahwa aktivitas siswa dinilai kurang. Perbaikan siswa dalam hal ini perhatian pada saat pelajaran berlangsung, siswa tertarik dengan apa yang diberikan oleh guru yaitu media gambar. Namun pada saat siswa diberikan kesempatan untuk mendemonstrasikan media gambar, suasana kelas masih ribut dikarenakan sebagian siswa masih ada yang bermain-main sehingga baru 11 dari 37 siswa yang aktif maju ke depan kelas untuk memperagakan media gambar. Dapat dilihat dari tabel hasil observasi di bawah ini
Table 4.1. Instrumen Observasi SIKLUS I
No Aspek yang diobservasi Hasil observasi Keterangan
A B C D E
Aktivitas siswa
1 Perhatian √Baik
2 Partisipasi √Kurang
3 Kreatifitas √Kurang
4 Kemampuan menggunakan
alat peraga √Kurang
5 Konsentrasi √Kurang
Aktivitas guru
1 Penyajian materi √Baik
2 Menyajikan contoh √Cukup
3 Memotivasi siswa √Cukup
4 Membimbing siswa √Cukup
5 Mengelola kelas √Cukup
Dalam penggunaan alat peraga siswa belum begitu paham dengan alat peraga yang diberikan guru, masih ada sebanyak 23 siswa yang kebingungan menyebut dan mengenal bangun datar. Hal tersebut dari data yang diperoleh dalam siklus I ini 67.5 % masih bingung dengan apa yang diajarkan guru, 27.1 % cukup paham dan 5.4 % siswa telah terampil dan menguasai materi bangun datar. Sampai akhir waktu yang dialokasikan dalam mengerjakan soal latihan, siswa yang mampu mengerjakan soal tes dengan jawaban benar5 soal sebanyak 5.4% yaitu 2 siswa, mampu mengerjakan soal dengan menjawab benar 4 soal sebanyak 27.1% yaitu 10 siswa, mampu mengerjakan soal dengan menjawab benar3 soal sebanyak 48.6% yaitu 18 siswa.mampu mengerjakan soal dengan menjawab benar2 soal sebanyak 10.8% yaitu 4 siswa dan siswa yang mampu menjawab benar satu soal yaitu 2.7% atau 1 siswa. Terdapat 2 siswa tidak dapat menjawab kelima soal dengan benar yaitu 5.4%.
Berdasarkan hasil tes akhir siklus diketahui bahwa rata-rata kelas prestasi belajar siswa pokok bahasan mengenalbangun datar dengan alat peraga kertas origami mencapai 6.1. Adapun secara rinci perolehan siswa yang memperoleh nilai keberhasilan dapat dirangkum pada tabel berikut ini
Tabel 4.2
Data Hasil Belajar SiklusI
Nilai Jumlah siswa Persentase Rata-rata
10 2 5.4 6.1
8 10 27.1
6 18 48.6
4 4 10.8
2 1 2.7
0 2 5.4
Jumlah 37 100
Pada tabel I tersebut di atas dapat diketahui bahwa rata-rata kelas baru mencapai 6.1 dengan ketuntasan belajar sebanyak 12 orang siswa dengan tingkat ketuntasan belajar mencapai 32.5%.Dibandingkan dengan sebelum diadakan tindakan kelas, pada siklus I ini sudah terlihat ada peningkatan prestasi belajar. Hal ini dapat dilihat, sebelum diberikan tindakan nilai rata-rata kelas adalah 5,6. dan setelah diberikan tindakan pada siklus I nilai rata-rata belajar siswa meningkat menjadi 6.1.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi siswa, pembelajaran belum optimalhal ini perlu ditingkatkan kembali oleh peneliti untuk melakukan pembelajaran yang lebih efektif, aktif dan keterlibatan siswa agar dioptimalkan. prestasi belajar yang masih rendah belum sesuai dengan apa yang diharapkan dalam penelitian ini, maka perlu dilanjutkan ke siklus II yaitu dengan melaksanakan tindakan perbaikan antara lain:
1) Memberikan bimbingan terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam mengenal dan menyebutkan bangun datar dan memperagakan alat peraga yang tersedia
2) Menyediakan alat peraga yang yang digunakan perlu lebih bervariasi baik warna, ukuran maupun jumlah bangun datar dan mudah dipahami siswa dengan ukuran yang lebih besar
3) Menegur siswa yang ribut agar seluruh siswa dapat memusatkan perhatiannya kepada materi mengenal bangun datar
4) Memberikan pujian / sanjungan atau reward kepada siswa yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar
5) Memberikan motivasi kepada siswa yang tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar
6) Memberi kesempatan seluas-luasnya secara merata bagi siswa dalam memperagakan alat peraga di depan kelas
2. Siklus II
a. Perencanaan
Siklus II dilaksanakan selama 2 hari yaitu tanggal 19 dan 22 Mei 2010. Berdasarkan hasil refleksi I diketahui bahwa kondisi pembelajaran yang dilakukan perlu ada perubahan–perubahan baik keaktifan siswa, minat dan motivasinya, prestasi belajar siswa yang dicapai dan juga dalam hal kualitas pembelajarannya. Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan ini meliputi sebagai berikut.
1) Menyusun jadwal kegiatan pembelajaran Penelitian Tindakan kelas.
2) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, dengan melihat refleksi siklus I.
3) Membuat variasi dan jumlah alat peraga yang akan digunakan dalam pembelajaran. Alat peraga yang digunakan pada siklus II yaitu KIT matematika bangun datar.
4) Menyusun alat evaluasi dan kunci jawaban.
5) Menyiapkan instrumen observasi dan daftar siswa.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan siklus II sesuai dengan yang direncanakan. Pada pelaksanaan siklus II mengalami kemajuan dari segi pembelajaran di mana siswa cukup aktif dan pembelajaran berlangsung dengan aktif pula.Kegiatan pelaksanaan ini meliputi:
1) Jumlah pertemuan 2 kali pertemuan yaitu pertemuan pertama untuk kegiatan pembelajaran dan kedua untuk kegiatan pembelajaran dan evaluasi.
2) Melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
3) Mengadakan evaluasi akhir siklus II.
4) Mengisi instrumen observasi siswa
c. Hasil Observasi
Hasil observasi pada aktivitas siswa menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada aktivitas siswa. Setelah guru melaksanakan tindakan perbaikan yang telah ditetapkan pada siklus I, perhatian siswa selama pembelajaran berlangsung mengalami peningkatan yang lebih baik. Perhatian siswa lebih terpusat ketika guru memperlihatkan alat peraga bangun datar KIT matematika karena mempunyai ukuran lebih besar, warna yang beragam dan jumlah yang lebih banyak. Dapat dilihat dari tabel berikut ini
Tabel 4.3 Instrumen ObservasiSIKLUS II
No Aspek yang diobservasi Hasil observasi Keterangan
A B C D E
Aktivitas siswa
1 Perhatian √Sangat Baik
2 Partisipasi √ Baik
3 Kreatifitas √ Baik
4 Kemampuan menggunakan
alat peraga √ Baik
5 Konsentrasi √Baik
Aktivitas guru
1 Penyajian materi √ Baik
2 Menyajikan contoh √Baik
3 Memotivasi siswa √ Baik
4 Membimbing siswa √Baik
5 Mengelola kelas √ Cukup
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pengamat dalam kegiatan pembelajaran siklus II ini diketahui motivasi belajar siswa lebih baik, kegiatan pembelajaran dianggap baik, alat peraga yang digunakan cukup variatif dan jumlahnya lebih banyak, penguasaan materi pelajaran lebih baik, dan keterlibatan siswa mencapai 70%. Adapun berdasarkan hasil tes akhir siklus II yang dilaksanakan pada akhir pertemuan kedua, maka hasil tes siklus II yang diperoleh sebagai berikut.
Tabel 4.4
Data Hasil Belajar SiklusII
Nilai Jumlah siswa Persentase Rata-rata
10 9 24.3 7.8
8 18 48.7
6 8 21.6
4 2 5.4
Jumlah 37 100
Berdasarkan tabel analisis hasil belajar tersebut di atas diketahui bahwa siswa yang memperoleh tertinggi yaitu nilai 10 sebanyak 9 orang, yang mendapat nilai 8 sebanyak 18 orang, yang mendapat nilai ≤ 6 sebanyak 10 orang. Untuk menentukan ketuntasan belajar atau mengetahui peningkatan belajar diketahui bahwa rata-rata prestasi belajar yang dicapai adalah 7.8 meningkat dari siklus sebelumnya yaitu dari 6.1 menjadi 7,8.
Dalam penggunaan alat peraga KIT matematika, siswa mulai paham dengan alat peraga yang diberikan guru. Dari data yangdiperoleh dalam siklus II ini 27% masih bingung dengan apa yang diajarkan guru, 48.7 % cukup paham dan 24.3% siswa telah terampil dan menguasai materi bangun datar. Sampai akhir waktu yang dialokasikan dalam mengerjakan soal latihan, siswa yang mampu mengerjakan soal tes dengan jawaban benar5 soal sebanyak 24.3% yaitu 9 siswa, mampu mengerjakan soal dengan menjawab benar 4 soal sebanyak 48,7% yaitu 18 siswa, mampu mengerjakan soal dengan menjawab benar3 soal sebanyak 21.6% yaitu 8 siswa.Mampu mengerjakan soal dengan menjawab benar2 soal sebanyak 5.4% yaitu 2 siswa. Pada siklus II ini tidak ada siswa yang tidak dapat mengisi soal yang diberikan.
d. Refleksi Siklus II
Keberhasilan siswa pada siklus II dapat diketahui dengan cara melihat hasil siklus I dengan perbandingan siklus II sebagaimana pada tabel berikut.
Tabel 4.5
Rangkuman Hasil Belajar pada Siklus I dan Siklus II
Kelas I SD Negeri 013 Tarakan
No.Indikator
Keberhasilan Siklus ISiklus 2
Jumlah Jumlah
Siswa % siswa %
1.< 60 25 67.5 10 27
2. ≥ 60 12 32.5 27 73
Jumlah 37 100 37 100
Rata – rata 61 78
Ketuntasan belajar Belum Belum
berdasarkan indikator Tercapai Tercapai
Sebagaimana prestasi belajar siswa pada siklus kedua tersebut di atas, maka apabila dikaitkan dengan tolak ukur keberhasilan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa sampai pada akhir siklus II ternyata rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang cukup baik. Peningkatan tersebut pada siklus II dapat dikatakan menjadi lebih tinggi yaitu 7.8 yang semula 6,1 pada siklus I. Berdasarkan hasil observasi dan hasil tes akhir siklus II, maka pada siklus II ini belum dikatakan berhasil, karena sesuai dengan kriteria keberhasilan tindakan pada bab III bahwa siklus akan dihentikan apabila 80% siswa telah mencapai nilai lebih dari 6.5. pada siklus II ini masih ada 10 siswa yang mendapat nilai ≤ 6. Nilai kesepuluh siswa tersebut belum memenuhi standar minimal yang ditetapkan yakni mencapai rata-rata 6.5. Dengan demikian, maka baik kegiatan pembelajaran maupun prestasi belajar siswa perlu ditingkatkan kembali pada siklus III.
3. Hasil siklus III
a. Perencanaan
Kegiatan perencanaan siklus III adalah sebagai berikut.
1) Menyiapkan alat peraga KIT matematika bangun datar.
2) Mencatat nilai hasil siklus I dan II untuk pendekatan individual kepada siswa yang belum memperoleh nilai rata-rata di atas 6.5.
3) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, dengan melihat refleksi siklus II.
4) Memberikan tes evaluasi sesuai hasil validasi 4 soal yang di pakai pada siklus III yaitu no 1,2,4 dan 3.
5) Menyiapkan instrumen observasi dan daftar siswa
b. Pelaksanaan
Pada siklus III ini guru membawa siswa keluar kelas untuk melihat benda disekitar sekolah yang mempunyai permukaan bangun datar, sehingga anak lebih paham dan dapat mengenal dan menyebutkan segitiga, segiempat dan lingkaran dengan benar.
Siklus III dilaksanakan pada tanggal 25 dan 26 Mei 2010. Jumlah pertemuan 2 kali yaitu pertemuan pertama dan kedua untuk kegiatan pembelajaran dan evaluasi.
1) Melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana kegiatan.
2) Mengadakan evaluasi akhir siklus III.
3) Mengoreksi hasil pekerjaan siswa
c. Hasil Observasi
Dari 37 siswa pada akhir siklus III, diketahui bahwa peran aktif siswa sangat partisifasif mencapai 95% diketahui dari jumlah siswa yaitu 35 siswa yang mau tunjuk jari untuk mengerjakan soal di papan tulis pada saat guru memberi kesempatan kepada siswa. Dalam hal kesungguhan dalam mengerjakan soal, diberikan sebanyak 5 soal dengan waktu 30 menit yaitu 1 jam pelajaran, yang dapat menyelesaikan seluruh soal dan menjawab dengan benar sebanyak 35 orang siswa atau 95%.
Hal-hal yang menonjol pada siklus ini adalah sebagai berikut:
1) Siswa telah menguasai materi bangun datar ada 33 orang.
2) Disiplin dalam memanfaatkan waktu yang tersedia dapat digunakan sebaik-baiknya.
3) Motivasi belajar cukup tinggi, sebanyak 30–35 orang siswa yang selalu unjuk jari pada saat diminta maju ke depan kelas untuk mengerjakan soal latihan yang diberikan guru.
4) Kesempatan untuk tanya jawab sangat aktif dan komunikatif.
5) Materi pelajaran dengan menggunakan alat peraga yang dipergunakan guru dalam siklus III dan pembelajaran di luar kelas mampu meningkatkan daya serap siswa karena hanya ada 2 orang siswa yang masih mendapat nilai 6.
Kondisi hasil pembelajaran yang dilaksanakan sampai pada akhir siklus III tersebut dapat dikatakan bahwa siswa mampu menyerap materi pelajaran dengan baik.. Pelaksanaan tindakan berlangsung secara kondusif pada apersepsi siswa terlibat, pelaksanaan KBM guru dan siswa berlangsung ada komunikasi dengan variasi metode tanya jawab, latihan dan peragaan/ demonstrasi. Lembar kerja siswa yang dipersiapkan guru mudah dipahami siswa. Meskipun masih ada 2 orang siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan. Namun akhir siklus III dapat dikatakan tuntas. Pendekatan secara individual dan langsung telah memberikan semangat siswa dalam mengerjakan soal latihan sehingga sedikit demi sedikit kekurangpahaman siswa dapat diatasi dengan baik. Dapat dilihat dari tabel hasil observasi pada siklus III berikut ini:
Table 4.6 Instrumen ObservasiSIKLUS III
No Aspek yang diobservasi Hasil observasi Keterangan
A B C D E
Aktivitas siswa
1 Perhatian √Sangatbaik
2 Partisipasi √ Sangat baik
3 Kreatifitas √ Sangat baik
4 Kemampuan menggunakan
alat peraga √ Baik
5 Konsentrasi √Baik
Aktivitas guru
1 Penyajian materi √ Sangat baik
2 Menyajikan contoh √ Baik
3 Memotivasi siswa √ Sangat baik
4 Membimbing siswa √Sangat baik
5 Mengelola kelas √ Baik
Tes akhir siklus III diberikan pada saat berakhirnya siklus. Soal tes siklus III sebanyak 5 soal dengan alokasi waktu 30 menit. Hasil tes siklus III diperoleh data nilai sebagai berikut.
Tabel 4.7
Data Hasil Belajar SiklusIII
Nilai Jumlah siswa Persentase Rata-rata
10 20 54.1 8.9
8 15 40.5
6 2 5.4
Jumlah 37 100
Berdasarkan tabel tersebut di atas bahwa ada 2 orang siswa yang belum mencapai nilai standar yang ditetapkan penelitian yaitu baru dapat mencapai nilai 6, meskipun apabila dianalisis dari perkembangan nilai pada kedua siswa tersebut mengalami peningkatan.
d. Refleksi Siklus III
Hasil observasi pada siklus III dapat dikatakan bahwa pembelajaran berjalan lancar dan baik.Keaktifan siswa sangat respektif dan partisifatif.Pembelajaran yang dilakukan guru berlangsung secara interaktif, Penguasaan guru terhadap materi pelajaran sangat menguasai, alat peraga yang digunakan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh siswa dan motivasi belajar siswa sangat tinggi.
Berdasarkan hasil tes siklus III dapat dikatakan memuaskan karena rata-rata prestasi belajar sebesar 8.5 yang berarti telah baik dan tuntas.Untuk mengetahui prestasi belajar siswa dari siklus I ke II dan ke III dapat diketahui dengan gambaran pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.8
Rangkuman Hasil Belajar Siswa pada siklus I, II, dan Siklus III
Kelas I SD Negeri 013 Tarakan
No.Indikator
Keberhasilan Siklus ISiklus 2Siklus 3
JS % JS % JS %
1. < 60 25 67.5 10 27 2 5.4
2. ≥ 60 12 32.5 27 73 35 94.6
Jumlah 37 100 37 100 37 100
Rata – rata 6.1 7.8 89
Ketuntasan belajar Belum Belum Tercapai
berdasarkan Tercapai Tercapai
indicator
Berdasarkan hasil tes pada akhir siklus III sebagaimana tersebut dalam tabel di atas diketahui bahwa peningkatan prestasi belajar siswa dengan rata-rata hasil belajar mencapai 8,9 meningkat dari 7,8 pada akhir siklus II. Peningkatan tersebut merupakan keberhasilan yang dicapai melalui pembelajaran dengan alat peraga KIT matematika bangun datar dan pembelajaran di luar kelas untuk meningkatkan kemampuan mengenal bangun datar.
4. Rekapitulasi hasil penelitian
a. Rekapitulasi hasil observasi
Tabel 4.9
Data hasil observasi siklus I, II dan III
No Aspek yang Hasil Observasi
diobservasi Siklus I Siklus II Siklus III
Aktivitas siswa
1. Perhatian cukup sangat baik sangat baik
2. Partisipasi kurang baik sangat baik
3. Kreatifitas kurang baik sangat baik
4. Kemampuan
Menggunakan kurang baik baik
alat peraga
5. Konsentrasi kurang baik baik
Aktivitas guru
1. Penyajian materi Baik Baik Sangat baik
2. Menyajikan contoh Cukup Baik Baik
3. Memotivasi siswa Cukup Baik Sangat baik
4. Membimbing siswa Cukup Baik Sangat baik
5. Mengelola kelas Cukup Cukup Baik
b. Rekapitulasi hasil belajar
Secara umum, hasil penelitian dari tiga siklus mengenai kemampuan mengingat dan berkreasi siswa pada pelajaran matematika, sesuai dengan nilai tes akhir prestasi belajar dari setiap siklus dipaparkan dalam bentuk grafik berikut ini:
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil siklus I, II dan siklus III yang telah diketahui dari hasil penelitian tersebut meningkat, pada siklus I penelitian tindakan kelas ini belum berhasil sesuai dengan yang diharapkan rata-rata prestasi belajar baru mencapai 6,1, pada siklus II mencapai 7,8 dan pada akhir siklus III rata-rata prestasi belajar meningkat menjadi 8.9.
Dari hasil penelitian ini, pada siklus I,II dan siklus III diketahui bahwa siswa dalam menyelesaikan soal mengalami peningkatan. Pada siklus I, alat peraga bangun datar yang terbuat dari kertas lipat atau origami digunakan dalam pembelajaran, penggunaan alat peraga bangun datar sederhana pada siklus I masih terbatas pada bangun-bangun datar yang sederhana ukurannya dan siswa masih kurang mampu dalam mengenal dan menyebutkan bangun datar yang terdiri dari segiempat, segitiga dan lingkaran.Kesalahan siswa dalam mengenal dan menyebutkan segi empat dengan menyebut kotak atau persegi dan lingkaran dengan menyebut bulat atau bundar.
Masih adanya kesalahan dalam mengenal dan menyebutkan bangun datar sederhana yaitu sebagian siswa bermain-main, sehingga suasana kelas menjadi ribut dan siswa yang serius mengikuti pembelajaran menjadi terganggu. Sehingga pada saat tanya jawab masih banyak siswa yang kurang tepat dalam menjawab pertanyaan dari guru.
Kemajuan siswa berangsur lebih baik pada akhir siklus II di mana dalam mengenal dan menyebutkan bangun datar. Alat peraga yang digunakan adalah KIT matematika bangun datar yang mempunyai ukuran yang lebih besar, warna yang menarik dan mempunyai jumlah yang lebih banyak. Pada siklus II siswa mulai lebih mengenal dan mampu menyebutkan bangun datar sederhana.
Alat-alat peraga yang dimanfaatkan siswa seperti bentuk bangun datar segitiga, segiempat dan lingkaran yang berukuran besar dan berwarna-warni yang disediakan guru menambah motivasi siswamemahami dalam mengenal, menyebut dan mengerjakan soal-soal latihan. Dengan demikian maka kesulitan dalam menyebut bangun datar tersebut di atasi menggunakan pembelajaran dengan bantuan alat peraga KIT matematika.
Pada siklus II keberhasilan menunjukkan 73% dan yang kurang berhasil mencapai 27%. Hal ini karena masih adanya konsep yang belum sesuai dalam menyebut bangun datar khususnya lingkaran, kurang mengetahui apa sebenarnya yang dikehendaki soal, dan bagaimana seharusnya yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Pada siklus II ini, masih ada 8 siswa mendapatkan nilai 6 dan 2 siswa mendapat nilai 4 berarti belum mencapai diatas nilai rata-rata, maka pada siklus II ini peneliti dan observer mengambil kesimpulan untuk mencoba melanjutkan ke siklus III.
Pada siklus III keberhasilan siswa mencapai 94.6%. Hal tersebut menunjukkan kemampuan siswa sangat meningkat. Kemampuan tersebut menunjukkan adanya keberhasilan dalam siklus III. Siklus III dilaksanakan setelah ada refleksi dan perencanaan ulang oleh peneliti menujukan hasil yang optimal karena prestasi belajar siswa mencapai 94.6% dan dikatakan tuntas secara klasikal. Prestasi belajar yang dicapai sampai pada akhir siklus III mencapai rata-rata kelas 8,9. Hal tersebut berarti alat peraga dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam mengenal dan menyebut bangun ruang sederhana.
Kemampuan siswa bertambah meningkat dari siklus I, II dan siklus III karena siswa pada saat pembelajaran menggunakan alat peraga merasa termotivasi untuk mempelajari, mengamati, dan mencoba alat peraga KIT matematika bangun datar dan mengamati benda-benda yang mempunyai permukaan bidang datar di luar kelas, siswa lebih terfokus karena siswa merasa apa yang dilihat itu memudahkan untuk diikuti, mudah untuk dimengerti dan melakukan sesuai dengan petunjuk guru. Apabila dibandingkan dengan keberhasilan yang dicapai tahun-tahun sebelumnya yaitu pada tahun pelajaran 2008/2009 baru mencapai 5,6. Kenyataan yang demikiantersebut perlu mendapat perhatian dari guru untuk meningkatkan prestasi belajar pokok bahasan mengenal bangun datar sederhana melalui penggunaan alat peragasecara maksimal agar dapat mencapai hasil yang tinggi. Hal tersebut karena alat peraga bangun datar yang digunakan guru dalam pembelajaran dapat berfungsi sebagai berikut.
1. Memotivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
2. Konsep abstrak matematika dapat menjadi lebih konkret.
3. Konsep abstrak menjadi lebih mudah dipahami dengan menggunakan alat peraga.
4. Konsep abstrak matematika akan lebih mudah dipahami dan lebih mudah dimengerti siswa dalam memahami pelajaran.
5. Membuat suasana kelas lebih menyenangkan.
6. Alat peraga tidak hanya ada di ruangan kelas tetapi bisa memanfaatkan benda-benda di luar kelas.
Alat peraga dapat juga dipergunakan hal-hal sebagai berikut.
1. Pembentukan konsep.
2. Latihan dan penguatan.
3. Pelayanan terhadap pembedaan individual, termasuk pelayanan terhadap anak yang lemah dan anak yang berbakat.
4. Mengundang partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran sehingga materi mudah dicerna.
Namun demikian kesulitan yang dihadapi guru dalam pembelajaran menggunakan alat peraga bangun datar antara lain guru harus menyiapkan peraga yang beraneka ragam, warna-warni agar menarik, menuntut keterampilan guru, menuntut guru agar kretaif dalam mengembangkan srtategi pembelajaran agar materi yang diajarkan tepat sasaran, menuntut guru membuat alat peraga yang dapat dilihat seluruh siswa.
Dengan demikian, berdasarkan hasil observasi dan nilai rata-rata kelas pada siklus I, II, dan pada siklus III dapat diketahui perkembangan prestasi belajar siswa dan apa yang diharapkan dalam penelitian ini dapat diketahui keberhasilannya. Sampai akhir siklus III pembelajaran yang dilakukan telah mencapai kriteria baik, partisipasi siswa dapat ditingkatkan.Prestasi belajar telah mencapai rata-rata kelas 8,9namun masih ada 2 siswa mendapat nilai terendah 6 sehingga peneliti dan observer mengambil kesimpulan siklus III ini dapat dikatakan meningkat. Karena penanganan terhadap 2 siswa tersebut sudah optimal namun karena siswa kedua siswa mempunyai kekurangan dalam menangkap dan memahami materi.
Sebagaimana hipotesis tindakan yang diajukan dalam bab II yang berbunyi ” Penggunaan alat peraga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas 1 SDN 013 Kampung Enam Tarakan“ ternyata terbukti.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian ini maka kesimpulannya adalah pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran mengenal bangun datar sederhana pada siswa kelas I SD Negeri 013 Tarakan.
2. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika, motivasi siswa dalam belajar dapat meningkat karena siswa merasa lebih mudah dalam memahami materi mengenal bangun datar sederhana.
B. Saran
Saran yang perlu disampaikan berkaitan dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Guru kelas I agar sedapat mungkin menggunakan alat peraga dalam mengajarkan materi mengenal bangun datar sederhana, karena dapat mengingkatkan prestasi belajar siswa.
2. Guru kelas I di SD, dapat menggunakan alat peraga sebagai alat peraga dalam pembelajaran pada pokok bahasan mengenal bangun datar sederhana.
3. Siswa kelas I diharapkan berlatih dengan menggunakan alat peraga untuk mengerjakan soal-soal latihan sehingga memudahkan dalam menyelesaikan soal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Depdikbud dan Rineka Cipta
Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang Press
Depdikbud. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar I. Jakarta : Proyek Peningkatan Mutu SD, TK, dan SLB
Hamalik. 1994. Media Pendidikan. Bandung : Citra Aditya Bakti
Hudoyo, Herman. 1998. Mengajar Belajar matematika. Jakarta : Depdikbud dan
P2LPTK
Paimin. 1998. Strategi Belajar Matematika. Jakarta : Rineka Cipta
Purwanto, Ngalim. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya
Rahadi, Aristo. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta : Dikjen Dikti Depdikbud
Ruseffendi,ET. 1989. Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer Untuk Guru.. Bandung : Tarsito
Sadiman, Arif. 1996. Media Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Soelarko. 1980. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud
Sudjana. 2001. Media Pengajaran. Jakarta : Sinar Baru Algensindo
Sukewi. 1994. Proses Belajar Mengajar. Semarang : IKIP Semarang Press
Suminarsih. 2004. Strategi Pembelajaran Matematika. Semarang : LPMP Jawa Tengah
Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta
Tim Pengembang MKDK. 1990. Psikologi Belajar. Semarang : IKIP Semarang Press
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan antara guru dan siswa memegang peranan penting. Suryosubroto (1997: 19), menyatakan bahwa proses belajar mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan, sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran. Hal senada diungkapkan Sukewi (1994: 3), bahwa dalam proses belajar mengajar terdapat komponen-komponen yang saling terkait, yang meliputi tujuan pengajaran, guru dan peserta didik, bahan pelajaran, metode/strategi belajar mengajar, alat/media, sumber pelajaran, dan evaluasi.
Mengacu pada pendapat tersebut di atas, maka proses belajar mengajar yang aktif ditandai adanya keterlibatan siswa secara komprehensif baik fisik, mental dan emosional. Hal yang dapat dilakukan guru dengan memanfaatkan media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan wahana dalam menyampaikan informasi/pesan pembelajaran pada siswa. Dengan adanya media pada proses belajar mengajar, diharapkan membantu guru dalam meningkatkan pemahaman belajar siswa. Oleh karena itu, guru seyogyanya menghadirkan media dalam setiap proses pembelajaran demi tercapainya tujuan yang hendak dicapai.
Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan pendapat Hamalik (1994: 12), yang menyatakan bahwa media pembelajaran adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada umumnya ketika guru membelajarkan siswa di kelasnya, masih banyak dijumpai penerapan strategi mengajar yang tidak serasi, yaitu tidak diberdaya gunakan alat serta sumber belajar yang optimal. Proses belajar mengajar menjadi terpusat pada guru, sehingga guru masih dianggap satu-satunya sumber ilmu yang utama. Proses pembelajaran yang demikian sudah barang tentu kurang menarik bagi siswa karena hanya menempatkannya sebagai objek saja, bukan sebagai subjek mempunyai keterlibatan dalam proses belajar mengajar.
Kemampuan berhitung merupakan salah satu bagian dari kemampuan Matematika, sebab salah satu prasyarat untuk belajar Matematika adalah belajar berhitung yang keduanya saling mendukung. Oleh karena itu antara Matematika dan berhitung tidak dapat dipisahkan. Pada kenyataannya dalam proses belajar mengajar guru-guru sering mengeluh karena siswa lamban dan kurang terampil dalam menyelesaikan perhitungan dari suatu pemecahan masalah.
Secara umum pelajaran Matematika merupakan salah satu pelajaran yang kurang menarik bagi siswa bahkan siswa berasumsi bahwa pelajaran Matematika itu sulit sehingga menjadi momok bagi sebagian siswa yang akhirnya berpengaruh pada interaksi proses belajar mengajar. Seperti Penulis ketahui juga bahwa mempelajari Matematika tidak boleh terpenggal-penggal karena Matematika itu, akan berhubungan dengan setiap bagiannya. Keterampilan berhitung penjumlahan di sekolah dasar merupakan kemampuan dasar untuk menyelesaikan persoalan-persoalan lebih lanjut, maka sangatlah tepat jika mendapat perhatian sejak awal.
Adanya kecenderungan proses pembelajaran Matematika yang terpusat pada guru juga dialami di SD Negeri 045 Tarakan, yang berdampak pada penurunan hasil belajar siswa. Dengan keterbatasan media atau alat peraga merupakan salah satu penyebab. Sehingga pembelajaran lebih bersifat searah dan membosankan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila rata-rata nilai pelajaran matematika pada siswa kelas I tahun Pembelajaran 2009/2010 sangat rendah yaitu 58.
Fenomena yang terjadi SD Negeri 045 Binalatung sehubungan dengan rendahnya hasil belajar berhitung penjumlahan bertalian erat dengan substansi materi berhitung yang cenderung hafalan. Terkait dengan itu diperlukan peran media pembelajaran untuk menjembatani kesenjangan pemahaman materi berhitung dengan fenomena dilapangan, sehingga siswa mampu mempelajari materi berhitung tanpa ada perasaan takut dan tertekan. Salah satu yang dapat dimanfaatkan media gambar sebagai alat bantu untuk memperjelas bahan ajar yang disajikan dalam pembelajaran Matematika khususnya berhitung penjumlahan dari 0 - 100. Maka dapat dimumgkinkan pemanfaatan media gambar dalam pembelajaran Matematika akan meningkatkan pemahaman berhitung siswa. Maka peneliti memandang perlu untuk menerapkan pemanfaatan media atau alat peraga di SD Negeri 045 Tarakan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah Media Gambar dapat Meningkatkan Pemahaman Berhitung Penjumlahan siswa kelas I di SD Negeri 045 Tarakan?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan belajar penggunaan media gambar dapat meningkatkan pemahaman berhitung penjumlahan pada siswa kelas I SD Negeri 045 Tarakan Tahun Pembelajaran 2010/2011.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk: Manfaat teoritis, memberikan masukan terhadap guru-guru dalam upaya pemanfaatan media pembelajaran, khususnya media gambar dalam proses belajar mengajar berhitung. Manfaat praktis, sebagai bahan memberikan masukan bagi guru dalam meningkatkan kualitas hasil belajar berhitung.
Media gambar dalam pembelajaran berhitung. Media Gambar Media gambar adalah gambar yang tak diproyeksikan, terdapat dimana- mana, baik dilingkungan siswa maupun orang dewasa, mudah diperoleh dan ditunjukkan kepada siswa (Hamalik, 1994:63). Adapun media gambar yang dimaksud adalah suatu alat untuk menyampaikan pesan pembelajaran berhitung yang berwujud gambar, sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Berhitung Aritmetika atau berhitung adalah cabang matematika yang berkenaan dengan sifat hubungan-hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Secara singkat aritmatika atau berhitung adalah pengetahuan tentang bilangan (Mulyono, 1999:253).
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hakikat belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku baik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.
Ada beberapa pendapat dari para ahli tentang pengertian belajar diantaranya. Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975) seperti dikutip Purwanto (2000:84), mengemukakan belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan. Sujana (1989:5) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya suatu perubahan pada diri seorang.
Winkel (1989:36) Belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu relatif konstan dan berbekas. Moskowitz dan Orgel mengatakan bahwa belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil langsung dari pengalaman dan bukan akibat hubungan-hubungan dalam sistem saraf yang dibawa sejak lahir (Darsono, 2000:3).
Dengan demikian belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Oleh karena itu seseorang dikatakan belajar apabila dalam diri orang tersebut terjadi perubahan tingkah laku yang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuan, sikap, percakapan, kebiasaan dan lain-lain. Tetapi tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar. Berikut ciri-ciri belajar adalah :
1. Belajar dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan.
2. Belajar merupakan pengalaman sendiri.
3. Belajar merupakan proses interaksi antara individu dan lingkungan.
4. Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar (Darsono, 2000:30-31).
Jadi perubahan tingkah laku yang terjadi merupakan hasil atau akibat dari upaya-upaya/latihan yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan. Tingkah laku yang terjadi merupakan hasil dari proses belajar yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran merupakan satu sistem, artinya ada beberapa komponen yang saling berpengaruh terhadap perolehan hasil belajar siswa. Seorang siswa yang termasuk pandai disuatu kelas, belum tentu ketika ulangan mendapatkan hasil yang selalu memuaskan. Hal ini disebabkan beberapa faktor, di samping kemampuan berpikir juga dipengaruhi oleh hal-hal lain seperti motivasi, keadaan fisik, lingkungan siswa, dan sebagainya. Beberapa faktor yang mempengaruhi belajar tersebut antara lain:
a. Faktor-faktor yang berasal dari luar individu siswa
Faktor yang ada di luar individu disebut juga faktor sosial. Faktor-faktor sosial tersebut antara lain :
1. Faktor keluarga Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami dan dicapai oleh anak-anak. Termasuk ada tidaknya fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam belajar turut memegang peranan penting pula.
2. Guru dan Cara Mengajarnya Dalam belajar di sekolah, faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor yang penting. Bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak didiknya, turut menentukan bagaimana hasi beajar yang dapat dicapai anak.
3. Alat-alat Pelajaran Faktor guru dan cara mengajarnya, tidak dapat kita lepaskan dari ada
tidaknya alat-alat pelajaran yang tersedia di sekolah. Sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan mempercepat belajar anak
4. Motivasi Sosial Karena belajar adalah suatu proses yang timbul dari dalam, maka faktor motivasi memegang peranan pula. Jika guru atau orang tua dapat memberikan motivasi yang baik pada anak maka akan timbul dorongan dan hasrat untuk belajar lebih baik. Motivasi sosial dapat timbul pada anak dari orang-orang disekitarnya.
5. Lingkungan dan kesempatan, Faktor lingkungan dan kesempatan ini lebih berlaku bagi cara belajar pada orang-orang dewasa.
b. Faktor-faktor individual
Faktor-faktor individual adalah faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri. Yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain :
1. Kematangan / pertumbuhan
Kita mengajarkan sesuatu pada anak baru dapat berhasil jika taraf pertumbuhan pribadi telah memungkinkan dan potensi-potensi jasmani atau rohaninya telah matang untuk itu.
2. Kecerdasan / Intelijensi
Di samping kematangan, dapat tidaknya seseorang mempelajari sesuatu dengan berhasil baik ditentukan/dipengaruhi pula oleh taraf kecerdasannya. Jadi dalam belajar kecuali kematangan, integensi pun turut memegang peranan.
3. Latihan dan Ulangan
Karena sering mengulangi sesuatu, maka kecakapan dan pengetahuan yang dimilikinya dapat menjadi makin dikuasai dan makin mendalam. Sebaliknya tanpa latihan pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki dapat menjadi hilang atau berkurang.
4. Motivasi
Motivasi merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu.
5. Sifat-sifat Pribadi Seseorang
Di samping faktor-faktor sosial lainnya, berhasil tidaknya belajar faktor pribadi seseorang turut pula memegang peranan karena tiap-tiap orang mempunyai sifat-sifat kepribadiannnya masing-masing.
B. Pembelajaran Matematika di SD
1. Tujuan dan Fungsi
Tujuan umum diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif.
b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan (Depdikbud 1993:96).
Dengan demikian, tujuan umum pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar tersebut memberikan tekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap serta keterampilan dalam penerapan matematika. Siswa SD setelah selesai mempelajari matematika bukan saja diharapkan memiliki sikap kritis, cermat, dan jujur, serta cara berfikir yang logis dan rasional dalam menyelesaikan suatu masalah, melainkan juga harus mampu menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari serta memiliki pengetahuan matematika yang cukup kuat sebagai bekal untuk mempelajari matematika lebih lanjut dan dalam mempelajari ilmu-ilmu lain.
Adapun pembelajaran matematika berfungsi untuk: Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (Depdikbud, 1993:95).
2. Teori Belajar Matematika
Beberapa teori belajar Matematika adalah sebagai berikut:
a. Teori Brunner
Metode yang di dukung oleh Bruner adalah belajar dengan penemuan. Dalam mempelajari matematika seseorang siswa perlu secara langsung menggunakan bahan- bahan manipulatif. Bahan-bahan tersebut merupakan benda konkrit yang dirancang khusus dan dapat diotak atik oleh siswa dalam berusaha memahami konsep matematika (Suminarsih, 2004:5). Adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan fisik ini akan memberikan kesempatan siswa untuk melaksanakan penemuan. Bruner dalam Paimin (1998:6) mengemukakan bahwa dalam proses belajar anak melewati tiga tahap perkembangan mental, sebagai berikut:
1) Tahap Enaktif (kongkrit). Siswa belajar konsep dengan memanipulasi benda-benda secara langsung.
2) Tahap Ikonik (semi kongkrit). Siswa memahami konsep matematika yang bersifat abstrak dengan bantuan model-model semi kongkrit, tabel, gambar, bagan, dan lain- lain.
3) Tahap Simbolik (abstrak) Siswa belajar konsep dan operasi, matematika langsung dengan kata-kata atau simbol-simbol tanpa obyek kongkrit maupun model semi kongkrit.
b. Teori Piaget
Teori Piaget disebut juga teori kognitif, teori intelektual atau teori belajar. Disebut teori belajar kognitif karena berkenaan dengan kesiapan siswa untuk mampu belajar dan disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan siswa. Menurut Piaget dalam Hudoyo (1990:7), belajar juga merupakan sesuatu yang keluar dari dalam diri anak, meningkatkan perkembangan mental anak ke tahap yang lebih tinggi, dapat dilakukan dengan memperkaya pengalaman anak terutama pengalaman konkret, karena dasar perkembangan mental adalah melalui pengalaman-pengalaman aktif dengan menggunakan benda-benda di sekitarnya.
Di samping itu perkembangan bahasa anak merupakan salah satu kunci untuk mengembangkan kognitifnya. Pendapat Piaget yang paling terkenal, sesuai dengan penelitiannya mengemukakan bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis (menurut usia), yaitu:
1) Tahap Sensori Motor, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun. Pada tahap ini aktivitas anak didasarkan atas pengalaman-pengalaman atau tindakan-tindakan langsung melalui panca indera.
2) Tahap Pra Operasional, dari sekitar 2 tahun sampai 7 tahun. Pada tahap ini anak dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi (tidak langsung) serta bayangan dalam mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis dan tidak lagi mereaksi begitu saja terhadap stimulus-stimulus melainkan nampak ada suatu aktivitas internal.
3) Tahap Operasi Konkrit, dari umur 7 tahun sampai 11 tahun. Pada tahap ini anak sudah memahami hubungan fungsional, cara berpikirnya konkret belum menangkap yang abstrak. Tahap ini sangat penting karena anak sudah mulai menggeneralisasikan objek-objek yang diamatinya. Hal ini erat hubungannya dengan matematika. Konsep matematika yang didasarkan pada benda-benda konkret lebih mudah dipahami dari pada memanipulasi istilah-istilah abstrak.
4) Tahap Operasi Formal, dari umur 11 tahun keatas. Tahap ini adalah tahap tertinggi dari perkembangan kognitif anak. Anak- anak mengembangkan cara-cara berpikir logis seperti halnya orang dewasa dan mulai menggunakan aturan-aturan formal dari pikiran dan logika untuk memberikan dasar kebenaran (justification) jawaban-jawaban mereka (Hudoyo:1990:8). Siswa sekolah dasar menurut Piaget berada pada tahap operasi konkrit, dimana anak sudah mulai memiliki pemahaman operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Siswa memahami konsep kekekalan kemampuan mengklasifikasi kemampuan mengurutkan obyek dan juga telah memiliki kemampuan ekivalensi.
Ciri-ciri anak yang berada dalam tahap operasional konkrit adalah:
a. Siswa belum mampu melakukan operasi yang komplek
b. Siswa dapat melakukan operasi logis yang berorientasi kepada obyek- obyek atau peristiwa yang dialaminya.
c. Siswa dapat menalar induktif, tetapi sangat lemah bernalar deduktif
d. Masih mengalami kesulitan menagkap ide atau gagasan abstrak
c. Teori Brownell
Teori ini berdasarkan keyakinan bahwa anak-anak pasti memahami apa yang sedang mereka pelajari jika secara permanen atau secara terus menerus untuk waktu yang lama. Brownell mendukung penggunaan benda-benda konkrit untuk dimanipulasikan sehingga anak-anak dapat memahami makna dari konsep dan keterampilan baru yang mereka pelajari (Suminarsih, 2003:5).
d. Teori Dienes
Teori Dienes dikembangkan berdasarkan teori perkembangan intelektual dari Piaget. Dienes memandang matematika sebagai struktur, pengklasifikasian struktur, memisahkan hubungan-hubungan yang terdapat di dalam struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes dalam Paimin (1998:7), berpendapat bahwa setiap konsep atau prinsip matematika dapat dimengerti secara sempurna, hanya jika disajikan pada anak dalam bentuk-bentuk konkret. Jadi abtraksi didasarkan pada intuisi dan pengalaman- pengalaman konkret.
Mengacu dari beberapa teori belajar diatas, maka dalam penelitian ini teori belajar matematika yang dipakai adalah teori belajar dari Piaget, khususnya tahap operasi konkrit. Hal ini dikarenakan pada tahap tersebut siswa lebih memahami sesuatu materi secara konkrit dari pada hal-hal yang bersifat abstrak. Secara sederhana dapatlah dicontohkan, dalam hal pengerjaan soal cerita. Siswa akan memahami soal cerita tersebut apabila materi yang diberikan berhubungan dengan sesuatu yang konkret. Namun apabila soal cerita berhubungan dengan sesuatu yang abstrak, sudah barang tentu siswa akan kesulitan untuk menyelesaikan soal cerita tersebut dengan menggunakan kalimat matematika yang tepat.
Dengan menguasai teori belajar dari Piaget, dimungkinkan siswa akan dapat mengikuti pelajaran dengan baik, bahkan guru pun dapat memotivasi siswa sehingga siswa berminat belajar matematika. Teori belajar-mengajar matematika yang dikuasai guru akan dapat diterapkan pada siswa jika para guru dapat memilih strategi belajar- mengajar yang tepat, mengetahui tujuan pendidikan, pengajaran, dan pendekatan yang diharapkan, serta dapat melihat apakah siswa sudah mempunyai kesiapan kemampuan belajar atau belum. Dengan mengetahui kesiapan siswa dalam belajar matematika, maka pengajaran yang disampaikan dapat disesuaikan dengan kemampuan siswa.
3. Hasil Belajar Matematika
Salah satu tugas sekolah adalah memberikan pengajaran kepada siswa. Mereka harusmemperoleh kecakapan dan pengetahuan dari sekolah, di samping mengembangkan pribadinya. Pemberian kecakapan dan pengetahuan kepada siswa, yang merupakan proses belajar-mengajar yang dilakukan oleh guru di sekolah dengan menggunakan cara-cara atau metode-metode tertentu (Suryosubroto, 1997:148).
Secara etimologis, hasil belajar merupakan gabungan dari kata hasil dan belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:343), hasil adalah sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan) akibat usaha. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperotes suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan (Tim Pengembang MKDK 1990:3). Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diperoleh suatu pengertian bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah belajar, yang wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Derajat kemampuan yang di peroleh siswa diwujudkan dalam bentuk nilai hasil belajar matematika.
C. Pembelajaran Berhitung
Berhitung adalah salah satu ilmu yang berkaitan dengan usaha-usaha melatih kecerdasan dan keterampilan siswa khususnya dalam menyelesaikan soal- soal yang memerlukan perhitungan. Menurut Ruseffendi (1989:38), pengerjaan-pengerjaan hitung ialah pengerjaan tambah (menambah), pengerjaan kurang (mengurangi), pengerjaan kali (perkalian), pengerjaan bagi (pembagian). Dari keempat pengerjaan ini yang merupakan pengerjaan pokok ialah penambahan.
Penambahan disebut pula penjumlahan, pengurangan merupakan lawan penjumlahan, perkalian merupakan penambahan berulang sedangkan pembagian merupakan pengurangan berulang. Pendapat Sinaga (1988), seperti dikutip Mulyono (2003:253) berhitung adalah sebagai cabang matematika yang berkenaan dengan sifat-sifat dan hubungan bilangan-bilangan nyata dan dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan, perkalian, pengurangan dan pembagian.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berhitung adalah salah satu ilmu yang berkaitan dengan usaha untuk melatih kecerdasan dan keterampilan siswa khususnya dalam menyelesaikan soal-soal yang memerlukan perhitungan. Adapun tujuan dan prinsip-prinsip dalam pengajaran berhitung adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Pengajaran Berhitung di Sekolah Dasar adalah:
a. Menanamkan pengertian bilangan dan kecakapan dasar berhitung.
b. Memupuk dan mengembangkan kemampuan berpikir logis dan kritis dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang.
c. Mengembangkan kemampuan dan sikap rasional, ekonomis dan menghargai waktu.
d. Meletakkan landasan berhitung yang kuat untuk mempelajari pengetahuan lebih lanjut (Depdikbud, 1992:1).
2. Prinsip-prinsip Pengajaran Berhitung di Sekolah Dasar yaitu:
a. Menanamkan proses belajar dalam berhitung seperti latihan (drill), menghafal dan ulangan memang memadai tetapi akan lebih efektif apabila guru mendorong kreativitas murid dengan membantu pengertian ide dasar dan prinsip-prinsip berhitung melalui kegiatan-kegiatan tersebut. Pengajaran berhitung yang dilandasi pengertian akan mengakibatkan daya ingat dan daya transfer yang lebih besar.
b. Dalam menyajikan topik-topik baru hendaknya dimulai dari tahapan yang paling sederhana menuju pada tahapan yang lebih kompleks, dari yang kongkrit menuju ke yang lebih abstrak, dari lingkungan yang dekat dengan anak menuju ke lingkungan yang lebih luas.
c. Pengalaman-pengalaman sosial anak dan penggunaan benda-benda kongkrit perlu dilakukan guru untuk membantu pemahaman anak-anak terhadap pengertian-pengertian dalam berhitung.
d. Setiap langkah dalam pengajaran berhitung hendaknya diusahakan melalui penyajian yang menarik untuk menghindarkan terjadinya tekanan atau ketegangan pada diri anak.
e. Setiap anak belajar dengan kesiapan dan kecepatannya sendiri-sendiri. Tugas guru selain memotivasi kesiapan juga memberikan pengalaman yang bervariasi dan efektif.
f. Latihan-latihan sangat penting untuk memantapkan pengertian dan keterampilan. Karena itu latihan-latihan harus dilandasi pengertian. Latihan akan sangat efektif apabila dilakukan dengan mengikuti prinsip- prinsip penciptaan suasana yang baik. Latihan yang terlalu rumit, padat dan melelahkan hendaknya dihindarkan untuk mencegah terjadinya ketegangan. Berlatih secara berkala, teratur dengan mengulang kembali secara ringkas, akan mendorong kegiatan belajar karena timbul rasa menyenangi dan menghindarkan kelelahan.
g. Relevansi berhitung dengan kehidupan sehari-hari perlu ditekankan. Dengan demikian pelajaran berhitung yang didapatkan anak-anak akan lebih bermakna baginya dan lebih jauh mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu guru perlu membuat persiapan yang terencana agar anak-anak mendapatkan pengalaman belajar yang beragam dan fungsional (Depdikbud, 1992:1-2). Mengabaikan pemakaian berhitung dalam situasi yang fungsional selain membuat anak bosan juga melepaskan anak dari pengalaman belajar yang hidup dan penuh arti.
D. Media Gambar sebagai Salah Satu Media Pengajaran
1. Pengertian Media Gambar
Di antara media pembelajaran, media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai gambar daripada tulisan, apalagi jika gambarnya dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan gambar yang baik, sudah barang tentu akan menambah semangat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Di bawah ini beberapa pengertian media gambar, diantaranya:
a. Media gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual kedalam bentuk dua dimensi sebagai curahan ataupun pikiran yang bentuknya bermacam-macam seperti lukisan, potret, slide, film, strip, opaque projector (Hamalik, 1994:95).
b. Media gambar adalah media yang paling umum dipakai, yang merupakan bahasan umum yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana (Sadiman, 1996:29).
c. Media gambar merupakan peniruan dari benda-benda dan pemandangan dalam hal bentuk, rupa, serta ukurannya relatif terhadap lingkungan (Soelarko, 1980:3).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa media gambar adalah perwujudan lambang dari hasil peniruan-peniruan benda-benda, pemandangan, curahan pikir atau ide-ide yang di visualisasikan kedalam bentuk dua dimensi. Bentuknya dapat berupa gambar situasi dan lukisan yang berhubungan dengan pokok bahasan berhitung.
2. Fungsi Media Gambar
Pemanfaatan media pembelajaran ada dalam komponen metode mengajar sebagai salah satu upaya untuk mempertinggi proses interaksi guru-siswa dan interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya. Oleh sebab itu fungsi utama dari media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang penggunaan metode mengajar yang dipergunakan guru. Melalui penggunaan media pembelajaran diharapkan dapat mempertinggi kualitas proses belajar-mengajar yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hasil belajar siswa. Secara garis besar, fungsi penggunaan media gambar adalah sebagai berikut:
a. Fungsi edukatif, yang artinya mendidik dan memberikan pengaruh positif pada pendidikan.
b. Fungsi sosial, memberikan informasi yang autentik dan pengalaman berbagai bidang kehidupan dan memberikan konsep yang sama kepada setiap orang.
c. Fungsi ekonomis, meningkatkan produksi melalui pembinaan prestasi kerja secara maksimal.
d. Fungsi politis, berpengaruh pada politik pembangunan.
e. Fungsi seni budaya dan telekomunikasi, yang mendorong dan menimbulkan ciptaan baru, termasuk pola usaha penciptaan teknologi kemediaan yang modern (Hamalik, 1994:12). Fungsi-fungsi tersebut di atas terkesan masih bersifat konseptual. Fungsi praktis yang dijalankan oleh media pengajaran adalah sebagai berikut: Mengatasi perbedaan pengalaman pribadi peserta didik, misalnya kaset video rekaman kehidupan di laut sangat diperlukan oleh anak yang tinggal di daerah pegunungan. Mengatasi batas ruang dan kelas. Misalnya gambar tokoh pahlawan yang dipajang diruang kelas. Mengatasi keterbatasan kemampuan indera. Mengatasi peristiwa alam. Misalnya rekaman peristiwa letusan gunung berapi untuk menerangkan gejala alam.
f. Menyederhanakan kompleksitas materi.
g. Memungkinkan siswa mengadakan kontak langsung dengan masyarakat atau alam sekitar (Rohani, 1997:6-7).
3. Karakteristik Media
Menurut Rahadi (2003:27-28) ada beberapa karakteristik media gambar, yaitu:
1. Harus autentik, artinya dapat menggambarkan obyek/peristiwa seperti jika siswa melihat langsung.
2. Sederhana, komposisinya cukup jelas menunjukkan bagian-bagian pokok dalam gambar tersebut.
3. Ukuran gambar proposional, sehingga siswa mudah membayangkan ukuran sesungguhnya benda/obyek yang digambar.
4. Memadukan antara keindahan dengan kesesuaiannya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
5. Gambar harus message. Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik, gambar hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Atas dasar karakteristik tersebut maka media gambar memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:
Kelebihan media gambar adalah
1. Sifatnya konkrit dan lebih realistis dalam memunculkan pokok masalah, jika dibandingkan dengan bahasa verbal.
2. Dapat mengatasi batasan ruang dan waktu.
3. Dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
4. Memperjelas masalah dalam bidang apa saja dan untuk semua orang tanpa memandang umur sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman.
5. Harganya murah dan mudah didapat serta digunakan (Sadiman, 1996:31).
Adapun kelemahan media gambar adalah
1. Hanya menampilkan persepsi indera mata, ukurannya terbatas hanya dapat terlihat oleh sekelompok siswa
2. Gambar diintepretasikan secara personal dan subyektif.
3. Gambar disajikan dalam ukuran yang sangat kecil, sehingga kurang efektif dalam pembelajaran (Rahadi, 2003:27)
Keefektifan Media Gambar dalam Pembelajaran Berhitung Pengajaran sebagai upaya terencana dalam membina pengetahuan sikap dan keterampilan para siswa melalui interaksi siswa dengan lingkungan belajar yang diatur guru pada hakikatnya mempelajari lambang-lambang verbal dan visual, agar diperoleh makna yang terkandung didalamnya. Lambang-lambang tersebut dicerna, disimak oleh para siswa sebagai penerima pesan yang disampaikan guru. Oleh karena itu pengajaran dikatakan efektif apabila siswa dapat memahami makna yang dipesankan oleh guru sebagai lingkungan belajarnya.
Pesan visual yang paling sederhana, praktis, mudah dibuat dan banyak diminati siswa pada jenjang pendidikan dasar adalah gambar. Disamping itu daya tarik gambar sebagai media pengajaran bergantung kepada usia para siswa. Siswa kelas I lebih menyenangi gambar-gambar yang sederhana dan bersifat realistis seperti gambar-gambar naturalis dari pada siswa kelas IV.
Menurut Sudjana (2001:12) tentang bagaimana siswa belajar melalui Media gambar adalah sebagai berikut:
a. Ilustrasi gambar merupakan perangkat pengajaran yang dapat menarik minat belajar siswa secara efektif.
b. Ilustrasi gambar merupakan perangkat tingkat abstrak yang dapat ditafsirkan berdasarkan pengalaman dimasa lalu, melalui penafsiran kata-kata.
c. Ilustrasi gambar membantu para siswa membaca buku pelajaran terutama dalam menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi teks yang menyertainya.
d. Dalam booklet, pada umumnya anak-anak lebih menyukai setengah atau satu halaman penuh bergambar, disertai beberapa petunjuk yang jelas.
e. Ilustrasi gambar isinya harus dikaitkan dengan kehidupan nyata, agar minat para siswa menjadi efektif.
f. Ilustrasi gambar isinya hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan gerakan mata pengamat, dan bagian-bagian yang paling penting dari ilustrasi itu harus dipusatkan dibagian sebelah kiri atas medan gambar.
Dengan demikian media gambar merupakan salah satu teknik media pembelajaran yang efektif karena mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas, kuat dan terpadu melalui pengungkapan kata-kata dan gambar.
E. Langkah-langkah Pembelajaran Berhitung dengan Media Gambar.
Proses belajar mengajar berhitung dilaksanakan dari konkret ke yang abstrak, sesuai dengan penyajiannya yang didasarkan atas prinsip: mudah ke sukar, sederhana ke rumit, konkrit ke abstrak, lingkungan sehari-hari dari yang sempit dan dekat dengan siswa ke yang lebih luas dan jauh dengan siswa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara teoritis, pemanfaatan media gambar dalam pembelajaran matematika sudah barang tentu merupakan internalisasi dari diperolehnya pengalaman langsung melalui benda-benda tiruan, yang merupakan wujud dari pengalaman yang paling tinggi nilainya, sekaligus merupakan penjelas dari konsep-konsep pelajaran matematika yang bersifat abstrak. Selaras dengan tujuan pemanfaatan media gambar yakni untuk menyederhanakan kompleksitas materi, maka pembelajaran matematika dengan media gambar akan membantu siswa dalam memahami materi pelajaran.
Daya imajinasi atau citra anak didik dapat ditimbulkan dengan menata dan menyusun unsur-unsur visual dalam materi pengajaran. Dalam merancang media pengajaran perlu memperhatikan beberapa patokan guna mempertinggi daya tarik serta motivasi belajar siswa, antara lain:
a. Kesederhanaan, dalam tata letak (lay out) media pengajaran tampak pada gambar yang cukup besar dengan ukuran gambar 30 cm x 21 cmdan jelas rincian pokoknya sehingga terlihat jelas perbedaan antara latar depan dan latar belakang unsur pokok yang ditonjolkan.
Kegunaan alat peraga untuk:
1. Membilang dan menghitung secara urut
2. Menyebutkan banyak benda
3. Membandingkan dua bilangan
b. Keterpaduan, ada hubungan erat di antara berbagai unsur visual sehingga keseluruhannya berfungsi padu.
c. Penekanan, memegang peranan penting dalam media pengajaran walaupun penyajian bersifat tunggal, memiliki keterpaduan, seringkali memerlukan penekanan hanya pada satu unsur yang justru memerlukan titik perhatian siswa.
d. Keseimbangan, mencakup dua macam yaitu keseimbangan formal atau simetris dan keseimbangan informal atau asimetris.
e. Garis Fungsi garis dalam sebagai unsur visual adalah sebagai penuntun bagi para pengamat (siswa), dalam mempelajari rangkaian konsep, gagasan, makna atau isi pelajaran yang tersirat di dalam media gambar yang dipertunjukkan.
f. Bentuk, bentuk sebagai unsur visual diperlukan dalam sebuah pameran.
g. Tekstur, adalah unsur visual yang memungkinkan timbul suatu kesan kasar atau halusnya permukaan. Tekstur juga dapat digunakan seperti warna dalam hal penekanan, aksentuasi atau pemisahan, serta dapat menambah kesan keterpaduan.
h. Ruang, merupakan unsur gambar yang penting dalam merancang media pengajaran. Hanya dengan pemanfaatan ruang secara hati-hati berbagai unsure visual dari sebuah rancangan media gambar akan menjadi efektif.
i. Warna, merupakan penambahan yang penting untuk sebagian besar media visual, tetapi pemakaiannnya harus hemat dan hati-hati bila menghendaki hasil yang terbaik (Sujana, 2001:20-25).
Selain mempertimbangkan dari segi unsur-unsur media gambar kita juga harus memperhatikan beberapa prinsip umum agar menghasilkan gambar yang komunikatif dalam pembelajaran diantaranya sebagai berikut :
a. Visible, berarti mudah dilihat oleh seluruh sasaran didik yang akan memanfaatkan media yang kita buat.
b. Interesting, artinya menarik, tidak monoton dan tidak membosankan.
c. Simple, artinya sederhana, singkat, tidak berlebihan.
d. Useful, maksudnya adalah gambar yang ditampilkan harus dipilih yang benar- benar bermanfaat bagi sasaran didik. Jangan menayangkan tulisan terlalu banyak yang sebenarnya kurang penting.
e. Accurate, isinya harus benar dan tepat sasaran.
f. Legitimate, maksudnya adalah bahwa visual yang ditampilkan harus sesuatu yang sah dan masuk akal. Gambar yang tidak lazim atau tidak logis akan dianggap janggal oleh anak.
g. Structured, maksudnya gambar harus terstruktur atau tersusun dengan baik, sistematis, dan runtut sehingga mudah dipahami pesannya.
h. Gunakan grafik untuk menggambarkan ikhtisar keseluruhan materi sebelum menyajikan unit demi unit pelajaran untuk digunakan oleh siswa mengorganisasikan materi.
i. Warna harus digunakan secara realistik (Rahadi, 2003:26-27).
Sehubungan dengan penerapan unsur-unsur dan prinsip-prinsip media gambar dalam proses belajar mengajar berhitung, maka ada beberapa langkah yang perlu ditempuh guru, yaitu:
a. Tahap persiapan, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran dan menyiapkan berbagai media gambar yang berhubungan dengan pokok bahasan yang diajarkan.
b. Tahap pelaksanaan, guru menyajikan materi pelajaran dengan memanfaatkan media gambar, sehingga menarik perhatian siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga media tersebut tidak dimanfaatkan guru saja.
c. Tahap evaluasi, guru mengadakan evaluasi materi pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif. Selebihnya guru dapat mengadakan evaluasi terhadap media gambar yang digunakan.
F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah:
“Dengan pemanfaatan media gambar, maka pemahaman berhitung Penjumlahan siswa kelas I SD Negeri 045 Tarakan Tahun Pembelajaran 2010/2011, dapat meningkat”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas(PTK). Penelitian tindakan kelas memiliki peranan yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan mutu pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik.
B. Desain Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dirancang untuk dilaksanakan dalam beberapa siklus. Setiap siklus memiliki beberapa tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan atau tindakan, pengamatan, dan reflekasi.
Siklus I
a. Perencanaan
1) Guru menentukan pokok bahasan yang akan diajarkan.
2) Merancang pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
3) Merancang pembelajaran dengan menggunakan Media gambar.
4) Merancang latihan soal secara individual.
5) Merancang analisis hasil kemampuan siswa menyelesaikan soal tes.
6) Merancang observasi pelaksanaan tindakan kelas oleh guru.
7) Merancang observasi aktivitas belajar siswa.
b. Pelaksanaan
1) Dilaksanakan pada jam pelajaran pertama dan kedua selama 80 menit.
2) Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan Media Gambar.
3) Dengan metode Permainan kartu, guru mengamati pemahaman konsep yang telah dikuasai siswa.
4) Siswa dengan bimbingan guru membantu simpulan.
5) Siswa latihan soal secara individu.
6) Guru mengadakan tes formatif.
c. Pengamatan
1) Penelitian berkolaborasi dengan teman seprofesi untuk melakukan pengamatan.
2) Observer mengamati jalannya pembelajaran dan penilaian kemampuan guru dalam mengelola kelas, kelompok, serta menilai kemampuan siswa.
3) Melakukan penilaian hasil latihan soal yang dikerjakan siswa secara individual.
d. Refleksi
1) Guru sudah menyediakan Media gambar , namun peraga tersebut masih sulit dipergunakan, sehingga siswa sulit memanfaatkan.
2) Siswa belum mampu memperagakan Media gambar dengan baik.
3) Dalam memperagakan masih ada siswa yang belum paham.
4) Siswa masih menemui kesulitan dalam membuat simpulan hasil permainan kartu.
5) Hasil tes formatif pada materi ini masih rendah, maka perlu diadakan
Siklus II
a. Perencanaan
1) Guru menyiapkan materi pelajaran.
2) Guru menyusun rencana pengajaran.
3) Guru menyiapkan instrumen pembelajaran, antara lain: lembar pengamatan guru, lembar pengamatan siswa, dan lembar kerja siswa.
4) Guru membingkai media gambar.
5) Guru menyusun tes formatif.
b. Pelaksanaan
1) Dilaksanakan pada jam pelajaran pertama dan kedua selama 80 menit.
2) Guru membagi media gambar, tiap kelompok menerima seperangkat peraga.
3) Guru meragakan Media gambar , untuk menjelaskan materi.
4) Guru membagi lembar kerja siswa.
5) Guru mengawasi siswa dalam melakukan media gambar dan member bimbingan bagi kelompok yang menemui kesulitan.
6) Siswa membuat simpulan hasil penggunaan media gambar dengan bimbingan guru.
7) Siswa mengadakan tes formatif.
c. Pengamatan
1) Penelitian berkolaborasi dengan tema seprofesi untuk melakukan pengamatan.
2) Observer mengamati jalannya pembelajaran dan penelitian kemampuan guru dalam mengelola kelas, kelompok, serta menilai kemampuan siswa dalam mengerjakan LKS.
3) Melakukan penilaian hasil latihan soal yang dikerjakan siswa secara individual.
d. Refleksi
1) Peragaan permainan kartu yang dilakukan guru berlangsung lancar mudah dipahami siswa, sebab peraga mudah digunakan.
2) Siswa dapat melakukan permainan kartu dengan baik untuk mengukur kemampuan membaca anak.
3) Dalam membuat simpulan, tiap kelompok sudah dapat menyusun kalimat yang baik, sebagai kalimat simpulan.
4) Hasil tes formatif telah menunjukkan ketuntasan individu.
5) Penggunaan Media Gambar yang telah dilakukan guru dan siswa sudah baik namun perlu ditingkatkan agar semua siswa dapat memperagakan Media gambar tersebut.
6) Hasil tes formatif siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan belajar.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan media gambar dalam pembelajaran berhitung dapat mencapai hasil yang optimal.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan mulai bulan Februari 2011 sampai Maret 2011 Tahun Pembelajaran 2010 - 2011. Tempat penelitian Tindakan Kelas ini adalah di SDN 045 Tarakan.
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang ambil oleh peneliti adalah siswa kelas I SDN 045 Tarakan Tahun Pembelajaran 2010/2011. Dengan jumlah siswa laki - laki 8 orang dan perempuan 9 orang.
E. Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari:
1. Lembar observasi
Menggunakan lembar observasi untuk mengukur tingkat aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar matematika.
2. Angket Kepada Siswa
Menggunakan angket untuk mengetahui pendapat atau sikap siswa tentang pembelajaran dengan media gambar .
3. Tes
Bentuk tes isian bersifat individu. Soal dibuat oleh peneliti dengan indikator yang telah dirumuskan. Digunakan untuk mengukur prestasi Siswa Kelas I
F. Tehnik Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis dengan rincian sebagai berikut:
1. Hasil isian lembar observasi dianalisis tingkat keaktifan siswa
Dengan: O = Nilai rata-rata hasil observasi
∑ = Keaktifan Siswa
N = seluruh Siswa
2. Hasil angket diambil secara deskripsi tingkat keefektifan metode pembelajarans tingkat keaktifan siswa
Dengan: A = Nilai rata-rata hasil angket
∑ = Pernyataan
N = Jumlah seluruh Siswa
Peneliti melakukan penjumlahan nilai hasil yang diperoleh siswa yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada dikelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes yang dirumuskan:
Dengan: X = Nilai rata-rata Hasil Tes
∑ X = Jumlah Semua Nilai Siswa
N = Jumlah Siswa
G. Kriteria Keberhasilan Tindakan
Kriteria keberhasilan tindakan kelas dalam PTK ini dinyatakan berhasil apabila 80 % dari Jumlah Siswa mencapai nilai 60. Apabila kriteria keberhasilan tindakan dinyatakan belum berhasil maka siklus akan diteruskan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas telah dilaksanakan di SD Negeri 045 Tarakan pada semester II tahun pembelajaran 2010/2011, dengan subyek penelitian adalah siswa kelas I B yang berjumlah 21 siswa.Penelitian ini bertujuan Meningkatkan Pemahaman Berhitung Penjumlahan dengan media gambar siswa kelas I di SD Negeri 045 Tarakan?”
Pada penelitian tindakan kelas ini diperoleh data tentang Pemahaman berhitung dengan penggunaan media gambar. Pelaksanaan tindakan terbagi dalam tiga siklus secara berkelanjutan.
A. Hasil Penelitian
1. Siklus I
Siklus I dilaksanakan pada tanggal 15 dan 18 Mei 2010 selama 2 hari. Hasil penelitian ini diperoleh data-data sebagai berikut.
a. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan ini meliputi sebagai berikut.
1) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.
2) Guru/ peneliti membuat alat peraga/media gambar.
3) Membuat alat evaluasi dan kunci jawaban
4) Menyusun instrumen observasi dan daftar siswa
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan ini sesuai dengan yang direncanakan, adapun kegiatannya meliputi:
1) Jumlah pertemuan 2 kali pertemuan yaitu pertemuan pertama untuk kegiatan pembelajaran dan pertemuan kedua untuk kegiatan pembelajaran dan evaluasi
2) Melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran.
3) Mengadakan evaluasi akhir siklus.
4) Mengkoreksi hasil pekerjaan siswa.
c. Observasi
Berdasarkan hasil observasi kepada siswa kelas IB dimana pada siklus I diketahui bahwa aktivitas siswa dinilai kurang. Perbaikan siswa dalam hal ini perhatian pada saat pelajaran berlangsung, siswa tertarik dengan apa yang diberikan oleh guru yaitu media gambar. Namun pada saat siswa diberikan kesempatan untuk mendemonstrasikan media gambar, suasana kelas masih ribut dikarenakan sebagian siswa masih ada yang bermain-main sehingga baru 11 dari 37 siswa yang aktif maju ke depan kelas untuk memperagakan media gambar. Dapat dilihat dari tabel hasil observasi di bawah ini
Table 4.1. Instrumen Observasi SIKLUS I
No Aspek yang diobservasi Hasil observasi Keterangan
A B C D E
Aktivitas siswa
1 Perhatian √Baik
2 Partisipasi √Kurang
3 Kreatifitas √Kurang
4 Kemampuan menggunakan
alat peraga √Kurang
5 Konsentrasi √Kurang
Aktivitas guru
1 Penyajian materi √Baik
2 Menyajikan contoh √Cukup
3 Memotivasi siswa √Cukup
4 Membimbing siswa √Cukup
5 Mengelola kelas √Cukup
Dalam penggunaan alat peraga siswa belum begitu paham dengan alat peraga yang diberikan guru, masih ada sebanyak 23 siswa yang kebingungan menyebut dan mengenal bangun datar. Hal tersebut dari data yang diperoleh dalam siklus I ini 67.5 % masih bingung dengan apa yang diajarkan guru, 27.1 % cukup paham dan 5.4 % siswa telah terampil dan menguasai materi bangun datar. Sampai akhir waktu yang dialokasikan dalam mengerjakan soal latihan, siswa yang mampu mengerjakan soal tes dengan jawaban benar5 soal sebanyak 5.4% yaitu 2 siswa, mampu mengerjakan soal dengan menjawab benar 4 soal sebanyak 27.1% yaitu 10 siswa, mampu mengerjakan soal dengan menjawab benar3 soal sebanyak 48.6% yaitu 18 siswa.mampu mengerjakan soal dengan menjawab benar2 soal sebanyak 10.8% yaitu 4 siswa dan siswa yang mampu menjawab benar satu soal yaitu 2.7% atau 1 siswa. Terdapat 2 siswa tidak dapat menjawab kelima soal dengan benar yaitu 5.4%.
Berdasarkan hasil tes akhir siklus diketahui bahwa rata-rata kelas prestasi belajar siswa pokok bahasan mengenalbangun datar dengan alat peraga kertas origami mencapai 6.1. Adapun secara rinci perolehan siswa yang memperoleh nilai keberhasilan dapat dirangkum pada tabel berikut ini
Tabel 4.2
Data Hasil Belajar SiklusI
Nilai Jumlah siswa Persentase Rata-rata
10 2 5.4 6.1
8 10 27.1
6 18 48.6
4 4 10.8
2 1 2.7
0 2 5.4
Jumlah 37 100
Pada tabel I tersebut di atas dapat diketahui bahwa rata-rata kelas baru mencapai 6.1 dengan ketuntasan belajar sebanyak 12 orang siswa dengan tingkat ketuntasan belajar mencapai 32.5%.Dibandingkan dengan sebelum diadakan tindakan kelas, pada siklus I ini sudah terlihat ada peningkatan prestasi belajar. Hal ini dapat dilihat, sebelum diberikan tindakan nilai rata-rata kelas adalah 5,6. dan setelah diberikan tindakan pada siklus I nilai rata-rata belajar siswa meningkat menjadi 6.1.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi siswa, pembelajaran belum optimalhal ini perlu ditingkatkan kembali oleh peneliti untuk melakukan pembelajaran yang lebih efektif, aktif dan keterlibatan siswa agar dioptimalkan. prestasi belajar yang masih rendah belum sesuai dengan apa yang diharapkan dalam penelitian ini, maka perlu dilanjutkan ke siklus II yaitu dengan melaksanakan tindakan perbaikan antara lain:
1) Memberikan bimbingan terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam mengenal dan menyebutkan bangun datar dan memperagakan alat peraga yang tersedia
2) Menyediakan alat peraga yang yang digunakan perlu lebih bervariasi baik warna, ukuran maupun jumlah bangun datar dan mudah dipahami siswa dengan ukuran yang lebih besar
3) Menegur siswa yang ribut agar seluruh siswa dapat memusatkan perhatiannya kepada materi mengenal bangun datar
4) Memberikan pujian / sanjungan atau reward kepada siswa yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar
5) Memberikan motivasi kepada siswa yang tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar
6) Memberi kesempatan seluas-luasnya secara merata bagi siswa dalam memperagakan alat peraga di depan kelas
2. Siklus II
a. Perencanaan
Siklus II dilaksanakan selama 2 hari yaitu tanggal 19 dan 22 Mei 2010. Berdasarkan hasil refleksi I diketahui bahwa kondisi pembelajaran yang dilakukan perlu ada perubahan–perubahan baik keaktifan siswa, minat dan motivasinya, prestasi belajar siswa yang dicapai dan juga dalam hal kualitas pembelajarannya. Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan ini meliputi sebagai berikut.
1) Menyusun jadwal kegiatan pembelajaran Penelitian Tindakan kelas.
2) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, dengan melihat refleksi siklus I.
3) Membuat variasi dan jumlah alat peraga yang akan digunakan dalam pembelajaran. Alat peraga yang digunakan pada siklus II yaitu KIT matematika bangun datar.
4) Menyusun alat evaluasi dan kunci jawaban.
5) Menyiapkan instrumen observasi dan daftar siswa.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan siklus II sesuai dengan yang direncanakan. Pada pelaksanaan siklus II mengalami kemajuan dari segi pembelajaran di mana siswa cukup aktif dan pembelajaran berlangsung dengan aktif pula.Kegiatan pelaksanaan ini meliputi:
1) Jumlah pertemuan 2 kali pertemuan yaitu pertemuan pertama untuk kegiatan pembelajaran dan kedua untuk kegiatan pembelajaran dan evaluasi.
2) Melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
3) Mengadakan evaluasi akhir siklus II.
4) Mengisi instrumen observasi siswa
c. Hasil Observasi
Hasil observasi pada aktivitas siswa menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada aktivitas siswa. Setelah guru melaksanakan tindakan perbaikan yang telah ditetapkan pada siklus I, perhatian siswa selama pembelajaran berlangsung mengalami peningkatan yang lebih baik. Perhatian siswa lebih terpusat ketika guru memperlihatkan alat peraga bangun datar KIT matematika karena mempunyai ukuran lebih besar, warna yang beragam dan jumlah yang lebih banyak. Dapat dilihat dari tabel berikut ini
Tabel 4.3 Instrumen ObservasiSIKLUS II
No Aspek yang diobservasi Hasil observasi Keterangan
A B C D E
Aktivitas siswa
1 Perhatian √Sangat Baik
2 Partisipasi √ Baik
3 Kreatifitas √ Baik
4 Kemampuan menggunakan
alat peraga √ Baik
5 Konsentrasi √Baik
Aktivitas guru
1 Penyajian materi √ Baik
2 Menyajikan contoh √Baik
3 Memotivasi siswa √ Baik
4 Membimbing siswa √Baik
5 Mengelola kelas √ Cukup
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pengamat dalam kegiatan pembelajaran siklus II ini diketahui motivasi belajar siswa lebih baik, kegiatan pembelajaran dianggap baik, alat peraga yang digunakan cukup variatif dan jumlahnya lebih banyak, penguasaan materi pelajaran lebih baik, dan keterlibatan siswa mencapai 70%. Adapun berdasarkan hasil tes akhir siklus II yang dilaksanakan pada akhir pertemuan kedua, maka hasil tes siklus II yang diperoleh sebagai berikut.
Tabel 4.4
Data Hasil Belajar SiklusII
Nilai Jumlah siswa Persentase Rata-rata
10 9 24.3 7.8
8 18 48.7
6 8 21.6
4 2 5.4
Jumlah 37 100
Berdasarkan tabel analisis hasil belajar tersebut di atas diketahui bahwa siswa yang memperoleh tertinggi yaitu nilai 10 sebanyak 9 orang, yang mendapat nilai 8 sebanyak 18 orang, yang mendapat nilai ≤ 6 sebanyak 10 orang. Untuk menentukan ketuntasan belajar atau mengetahui peningkatan belajar diketahui bahwa rata-rata prestasi belajar yang dicapai adalah 7.8 meningkat dari siklus sebelumnya yaitu dari 6.1 menjadi 7,8.
Dalam penggunaan alat peraga KIT matematika, siswa mulai paham dengan alat peraga yang diberikan guru. Dari data yangdiperoleh dalam siklus II ini 27% masih bingung dengan apa yang diajarkan guru, 48.7 % cukup paham dan 24.3% siswa telah terampil dan menguasai materi bangun datar. Sampai akhir waktu yang dialokasikan dalam mengerjakan soal latihan, siswa yang mampu mengerjakan soal tes dengan jawaban benar5 soal sebanyak 24.3% yaitu 9 siswa, mampu mengerjakan soal dengan menjawab benar 4 soal sebanyak 48,7% yaitu 18 siswa, mampu mengerjakan soal dengan menjawab benar3 soal sebanyak 21.6% yaitu 8 siswa.Mampu mengerjakan soal dengan menjawab benar2 soal sebanyak 5.4% yaitu 2 siswa. Pada siklus II ini tidak ada siswa yang tidak dapat mengisi soal yang diberikan.
d. Refleksi Siklus II
Keberhasilan siswa pada siklus II dapat diketahui dengan cara melihat hasil siklus I dengan perbandingan siklus II sebagaimana pada tabel berikut.
Tabel 4.5
Rangkuman Hasil Belajar pada Siklus I dan Siklus II
Kelas I SD Negeri 013 Tarakan
No.Indikator
Keberhasilan Siklus ISiklus 2
Jumlah Jumlah
Siswa % siswa %
1.< 60 25 67.5 10 27
2. ≥ 60 12 32.5 27 73
Jumlah 37 100 37 100
Rata – rata 61 78
Ketuntasan belajar Belum Belum
berdasarkan indikator Tercapai Tercapai
Sebagaimana prestasi belajar siswa pada siklus kedua tersebut di atas, maka apabila dikaitkan dengan tolak ukur keberhasilan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa sampai pada akhir siklus II ternyata rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang cukup baik. Peningkatan tersebut pada siklus II dapat dikatakan menjadi lebih tinggi yaitu 7.8 yang semula 6,1 pada siklus I. Berdasarkan hasil observasi dan hasil tes akhir siklus II, maka pada siklus II ini belum dikatakan berhasil, karena sesuai dengan kriteria keberhasilan tindakan pada bab III bahwa siklus akan dihentikan apabila 80% siswa telah mencapai nilai lebih dari 6.5. pada siklus II ini masih ada 10 siswa yang mendapat nilai ≤ 6. Nilai kesepuluh siswa tersebut belum memenuhi standar minimal yang ditetapkan yakni mencapai rata-rata 6.5. Dengan demikian, maka baik kegiatan pembelajaran maupun prestasi belajar siswa perlu ditingkatkan kembali pada siklus III.
3. Hasil siklus III
a. Perencanaan
Kegiatan perencanaan siklus III adalah sebagai berikut.
1) Menyiapkan alat peraga KIT matematika bangun datar.
2) Mencatat nilai hasil siklus I dan II untuk pendekatan individual kepada siswa yang belum memperoleh nilai rata-rata di atas 6.5.
3) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, dengan melihat refleksi siklus II.
4) Memberikan tes evaluasi sesuai hasil validasi 4 soal yang di pakai pada siklus III yaitu no 1,2,4 dan 3.
5) Menyiapkan instrumen observasi dan daftar siswa
b. Pelaksanaan
Pada siklus III ini guru membawa siswa keluar kelas untuk melihat benda disekitar sekolah yang mempunyai permukaan bangun datar, sehingga anak lebih paham dan dapat mengenal dan menyebutkan segitiga, segiempat dan lingkaran dengan benar.
Siklus III dilaksanakan pada tanggal 25 dan 26 Mei 2010. Jumlah pertemuan 2 kali yaitu pertemuan pertama dan kedua untuk kegiatan pembelajaran dan evaluasi.
1) Melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana kegiatan.
2) Mengadakan evaluasi akhir siklus III.
3) Mengoreksi hasil pekerjaan siswa
c. Hasil Observasi
Dari 37 siswa pada akhir siklus III, diketahui bahwa peran aktif siswa sangat partisifasif mencapai 95% diketahui dari jumlah siswa yaitu 35 siswa yang mau tunjuk jari untuk mengerjakan soal di papan tulis pada saat guru memberi kesempatan kepada siswa. Dalam hal kesungguhan dalam mengerjakan soal, diberikan sebanyak 5 soal dengan waktu 30 menit yaitu 1 jam pelajaran, yang dapat menyelesaikan seluruh soal dan menjawab dengan benar sebanyak 35 orang siswa atau 95%.
Hal-hal yang menonjol pada siklus ini adalah sebagai berikut:
1) Siswa telah menguasai materi bangun datar ada 33 orang.
2) Disiplin dalam memanfaatkan waktu yang tersedia dapat digunakan sebaik-baiknya.
3) Motivasi belajar cukup tinggi, sebanyak 30–35 orang siswa yang selalu unjuk jari pada saat diminta maju ke depan kelas untuk mengerjakan soal latihan yang diberikan guru.
4) Kesempatan untuk tanya jawab sangat aktif dan komunikatif.
5) Materi pelajaran dengan menggunakan alat peraga yang dipergunakan guru dalam siklus III dan pembelajaran di luar kelas mampu meningkatkan daya serap siswa karena hanya ada 2 orang siswa yang masih mendapat nilai 6.
Kondisi hasil pembelajaran yang dilaksanakan sampai pada akhir siklus III tersebut dapat dikatakan bahwa siswa mampu menyerap materi pelajaran dengan baik.. Pelaksanaan tindakan berlangsung secara kondusif pada apersepsi siswa terlibat, pelaksanaan KBM guru dan siswa berlangsung ada komunikasi dengan variasi metode tanya jawab, latihan dan peragaan/ demonstrasi. Lembar kerja siswa yang dipersiapkan guru mudah dipahami siswa. Meskipun masih ada 2 orang siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan. Namun akhir siklus III dapat dikatakan tuntas. Pendekatan secara individual dan langsung telah memberikan semangat siswa dalam mengerjakan soal latihan sehingga sedikit demi sedikit kekurangpahaman siswa dapat diatasi dengan baik. Dapat dilihat dari tabel hasil observasi pada siklus III berikut ini:
Table 4.6 Instrumen ObservasiSIKLUS III
No Aspek yang diobservasi Hasil observasi Keterangan
A B C D E
Aktivitas siswa
1 Perhatian √Sangatbaik
2 Partisipasi √ Sangat baik
3 Kreatifitas √ Sangat baik
4 Kemampuan menggunakan
alat peraga √ Baik
5 Konsentrasi √Baik
Aktivitas guru
1 Penyajian materi √ Sangat baik
2 Menyajikan contoh √ Baik
3 Memotivasi siswa √ Sangat baik
4 Membimbing siswa √Sangat baik
5 Mengelola kelas √ Baik
Tes akhir siklus III diberikan pada saat berakhirnya siklus. Soal tes siklus III sebanyak 5 soal dengan alokasi waktu 30 menit. Hasil tes siklus III diperoleh data nilai sebagai berikut.
Tabel 4.7
Data Hasil Belajar SiklusIII
Nilai Jumlah siswa Persentase Rata-rata
10 20 54.1 8.9
8 15 40.5
6 2 5.4
Jumlah 37 100
Berdasarkan tabel tersebut di atas bahwa ada 2 orang siswa yang belum mencapai nilai standar yang ditetapkan penelitian yaitu baru dapat mencapai nilai 6, meskipun apabila dianalisis dari perkembangan nilai pada kedua siswa tersebut mengalami peningkatan.
d. Refleksi Siklus III
Hasil observasi pada siklus III dapat dikatakan bahwa pembelajaran berjalan lancar dan baik.Keaktifan siswa sangat respektif dan partisifatif.Pembelajaran yang dilakukan guru berlangsung secara interaktif, Penguasaan guru terhadap materi pelajaran sangat menguasai, alat peraga yang digunakan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh siswa dan motivasi belajar siswa sangat tinggi.
Berdasarkan hasil tes siklus III dapat dikatakan memuaskan karena rata-rata prestasi belajar sebesar 8.5 yang berarti telah baik dan tuntas.Untuk mengetahui prestasi belajar siswa dari siklus I ke II dan ke III dapat diketahui dengan gambaran pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.8
Rangkuman Hasil Belajar Siswa pada siklus I, II, dan Siklus III
Kelas I SD Negeri 013 Tarakan
No.Indikator
Keberhasilan Siklus ISiklus 2Siklus 3
JS % JS % JS %
1. < 60 25 67.5 10 27 2 5.4
2. ≥ 60 12 32.5 27 73 35 94.6
Jumlah 37 100 37 100 37 100
Rata – rata 6.1 7.8 89
Ketuntasan belajar Belum Belum Tercapai
berdasarkan Tercapai Tercapai
indicator
Berdasarkan hasil tes pada akhir siklus III sebagaimana tersebut dalam tabel di atas diketahui bahwa peningkatan prestasi belajar siswa dengan rata-rata hasil belajar mencapai 8,9 meningkat dari 7,8 pada akhir siklus II. Peningkatan tersebut merupakan keberhasilan yang dicapai melalui pembelajaran dengan alat peraga KIT matematika bangun datar dan pembelajaran di luar kelas untuk meningkatkan kemampuan mengenal bangun datar.
4. Rekapitulasi hasil penelitian
a. Rekapitulasi hasil observasi
Tabel 4.9
Data hasil observasi siklus I, II dan III
No Aspek yang Hasil Observasi
diobservasi Siklus I Siklus II Siklus III
Aktivitas siswa
1. Perhatian cukup sangat baik sangat baik
2. Partisipasi kurang baik sangat baik
3. Kreatifitas kurang baik sangat baik
4. Kemampuan
Menggunakan kurang baik baik
alat peraga
5. Konsentrasi kurang baik baik
Aktivitas guru
1. Penyajian materi Baik Baik Sangat baik
2. Menyajikan contoh Cukup Baik Baik
3. Memotivasi siswa Cukup Baik Sangat baik
4. Membimbing siswa Cukup Baik Sangat baik
5. Mengelola kelas Cukup Cukup Baik
b. Rekapitulasi hasil belajar
Secara umum, hasil penelitian dari tiga siklus mengenai kemampuan mengingat dan berkreasi siswa pada pelajaran matematika, sesuai dengan nilai tes akhir prestasi belajar dari setiap siklus dipaparkan dalam bentuk grafik berikut ini:
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil siklus I, II dan siklus III yang telah diketahui dari hasil penelitian tersebut meningkat, pada siklus I penelitian tindakan kelas ini belum berhasil sesuai dengan yang diharapkan rata-rata prestasi belajar baru mencapai 6,1, pada siklus II mencapai 7,8 dan pada akhir siklus III rata-rata prestasi belajar meningkat menjadi 8.9.
Dari hasil penelitian ini, pada siklus I,II dan siklus III diketahui bahwa siswa dalam menyelesaikan soal mengalami peningkatan. Pada siklus I, alat peraga bangun datar yang terbuat dari kertas lipat atau origami digunakan dalam pembelajaran, penggunaan alat peraga bangun datar sederhana pada siklus I masih terbatas pada bangun-bangun datar yang sederhana ukurannya dan siswa masih kurang mampu dalam mengenal dan menyebutkan bangun datar yang terdiri dari segiempat, segitiga dan lingkaran.Kesalahan siswa dalam mengenal dan menyebutkan segi empat dengan menyebut kotak atau persegi dan lingkaran dengan menyebut bulat atau bundar.
Masih adanya kesalahan dalam mengenal dan menyebutkan bangun datar sederhana yaitu sebagian siswa bermain-main, sehingga suasana kelas menjadi ribut dan siswa yang serius mengikuti pembelajaran menjadi terganggu. Sehingga pada saat tanya jawab masih banyak siswa yang kurang tepat dalam menjawab pertanyaan dari guru.
Kemajuan siswa berangsur lebih baik pada akhir siklus II di mana dalam mengenal dan menyebutkan bangun datar. Alat peraga yang digunakan adalah KIT matematika bangun datar yang mempunyai ukuran yang lebih besar, warna yang menarik dan mempunyai jumlah yang lebih banyak. Pada siklus II siswa mulai lebih mengenal dan mampu menyebutkan bangun datar sederhana.
Alat-alat peraga yang dimanfaatkan siswa seperti bentuk bangun datar segitiga, segiempat dan lingkaran yang berukuran besar dan berwarna-warni yang disediakan guru menambah motivasi siswamemahami dalam mengenal, menyebut dan mengerjakan soal-soal latihan. Dengan demikian maka kesulitan dalam menyebut bangun datar tersebut di atasi menggunakan pembelajaran dengan bantuan alat peraga KIT matematika.
Pada siklus II keberhasilan menunjukkan 73% dan yang kurang berhasil mencapai 27%. Hal ini karena masih adanya konsep yang belum sesuai dalam menyebut bangun datar khususnya lingkaran, kurang mengetahui apa sebenarnya yang dikehendaki soal, dan bagaimana seharusnya yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Pada siklus II ini, masih ada 8 siswa mendapatkan nilai 6 dan 2 siswa mendapat nilai 4 berarti belum mencapai diatas nilai rata-rata, maka pada siklus II ini peneliti dan observer mengambil kesimpulan untuk mencoba melanjutkan ke siklus III.
Pada siklus III keberhasilan siswa mencapai 94.6%. Hal tersebut menunjukkan kemampuan siswa sangat meningkat. Kemampuan tersebut menunjukkan adanya keberhasilan dalam siklus III. Siklus III dilaksanakan setelah ada refleksi dan perencanaan ulang oleh peneliti menujukan hasil yang optimal karena prestasi belajar siswa mencapai 94.6% dan dikatakan tuntas secara klasikal. Prestasi belajar yang dicapai sampai pada akhir siklus III mencapai rata-rata kelas 8,9. Hal tersebut berarti alat peraga dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam mengenal dan menyebut bangun ruang sederhana.
Kemampuan siswa bertambah meningkat dari siklus I, II dan siklus III karena siswa pada saat pembelajaran menggunakan alat peraga merasa termotivasi untuk mempelajari, mengamati, dan mencoba alat peraga KIT matematika bangun datar dan mengamati benda-benda yang mempunyai permukaan bidang datar di luar kelas, siswa lebih terfokus karena siswa merasa apa yang dilihat itu memudahkan untuk diikuti, mudah untuk dimengerti dan melakukan sesuai dengan petunjuk guru. Apabila dibandingkan dengan keberhasilan yang dicapai tahun-tahun sebelumnya yaitu pada tahun pelajaran 2008/2009 baru mencapai 5,6. Kenyataan yang demikiantersebut perlu mendapat perhatian dari guru untuk meningkatkan prestasi belajar pokok bahasan mengenal bangun datar sederhana melalui penggunaan alat peragasecara maksimal agar dapat mencapai hasil yang tinggi. Hal tersebut karena alat peraga bangun datar yang digunakan guru dalam pembelajaran dapat berfungsi sebagai berikut.
1. Memotivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
2. Konsep abstrak matematika dapat menjadi lebih konkret.
3. Konsep abstrak menjadi lebih mudah dipahami dengan menggunakan alat peraga.
4. Konsep abstrak matematika akan lebih mudah dipahami dan lebih mudah dimengerti siswa dalam memahami pelajaran.
5. Membuat suasana kelas lebih menyenangkan.
6. Alat peraga tidak hanya ada di ruangan kelas tetapi bisa memanfaatkan benda-benda di luar kelas.
Alat peraga dapat juga dipergunakan hal-hal sebagai berikut.
1. Pembentukan konsep.
2. Latihan dan penguatan.
3. Pelayanan terhadap pembedaan individual, termasuk pelayanan terhadap anak yang lemah dan anak yang berbakat.
4. Mengundang partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran sehingga materi mudah dicerna.
Namun demikian kesulitan yang dihadapi guru dalam pembelajaran menggunakan alat peraga bangun datar antara lain guru harus menyiapkan peraga yang beraneka ragam, warna-warni agar menarik, menuntut keterampilan guru, menuntut guru agar kretaif dalam mengembangkan srtategi pembelajaran agar materi yang diajarkan tepat sasaran, menuntut guru membuat alat peraga yang dapat dilihat seluruh siswa.
Dengan demikian, berdasarkan hasil observasi dan nilai rata-rata kelas pada siklus I, II, dan pada siklus III dapat diketahui perkembangan prestasi belajar siswa dan apa yang diharapkan dalam penelitian ini dapat diketahui keberhasilannya. Sampai akhir siklus III pembelajaran yang dilakukan telah mencapai kriteria baik, partisipasi siswa dapat ditingkatkan.Prestasi belajar telah mencapai rata-rata kelas 8,9namun masih ada 2 siswa mendapat nilai terendah 6 sehingga peneliti dan observer mengambil kesimpulan siklus III ini dapat dikatakan meningkat. Karena penanganan terhadap 2 siswa tersebut sudah optimal namun karena siswa kedua siswa mempunyai kekurangan dalam menangkap dan memahami materi.
Sebagaimana hipotesis tindakan yang diajukan dalam bab II yang berbunyi ” Penggunaan alat peraga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas 1 SDN 013 Kampung Enam Tarakan“ ternyata terbukti.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian ini maka kesimpulannya adalah pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran mengenal bangun datar sederhana pada siswa kelas I SD Negeri 013 Tarakan.
2. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika, motivasi siswa dalam belajar dapat meningkat karena siswa merasa lebih mudah dalam memahami materi mengenal bangun datar sederhana.
B. Saran
Saran yang perlu disampaikan berkaitan dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Guru kelas I agar sedapat mungkin menggunakan alat peraga dalam mengajarkan materi mengenal bangun datar sederhana, karena dapat mengingkatkan prestasi belajar siswa.
2. Guru kelas I di SD, dapat menggunakan alat peraga sebagai alat peraga dalam pembelajaran pada pokok bahasan mengenal bangun datar sederhana.
3. Siswa kelas I diharapkan berlatih dengan menggunakan alat peraga untuk mengerjakan soal-soal latihan sehingga memudahkan dalam menyelesaikan soal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Depdikbud dan Rineka Cipta
Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang Press
Depdikbud. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar I. Jakarta : Proyek Peningkatan Mutu SD, TK, dan SLB
Hamalik. 1994. Media Pendidikan. Bandung : Citra Aditya Bakti
Hudoyo, Herman. 1998. Mengajar Belajar matematika. Jakarta : Depdikbud dan
P2LPTK
Paimin. 1998. Strategi Belajar Matematika. Jakarta : Rineka Cipta
Purwanto, Ngalim. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya
Rahadi, Aristo. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta : Dikjen Dikti Depdikbud
Ruseffendi,ET. 1989. Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer Untuk Guru.. Bandung : Tarsito
Sadiman, Arif. 1996. Media Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Soelarko. 1980. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud
Sudjana. 2001. Media Pengajaran. Jakarta : Sinar Baru Algensindo
Sukewi. 1994. Proses Belajar Mengajar. Semarang : IKIP Semarang Press
Suminarsih. 2004. Strategi Pembelajaran Matematika. Semarang : LPMP Jawa Tengah
Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta
Tim Pengembang MKDK. 1990. Psikologi Belajar. Semarang : IKIP Semarang Press
AD/ART ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA SIGMA INSTITUTE
Kami SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan menyadari pentingnya usaha bersama dalam membina, meningkatkan, dan mengembangkan dunia pendidikan mulai dari usia dini hingga pendidikan yang lebih tinggi. SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan yang berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berdasarkan pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 .
SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan sebagai agen pemersatu dan pembaharu terhadap kemajuan dunia pendidikan Kota Tarakan. Kami dari SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan berkewajiban untuk selalu meningkatkan mutu pendidikan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan kota Tarakan secara khususnya dan pendidikan Indonesia secara global.
Maka dengan Rahmat Allah Tuhan Yang Maha Esa Kami SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan . Dengan ini menyatakan berhimpun serta membentuk organisasi yang bernama SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai berikut:
BAB I
Nama, Waktu dan Kedudukan
Pasal 1.
1.) Organisasi ini diberi nama SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan.
2.) SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan dirikan di Jl Sulawesi pada tanggal 19 Maret 2011 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
3.) SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan berkedudukan di Jl. Sulawesi RT 18 Kelurahan, Pamasusian kecamatan Tarakan Tengan, Kota Tarakan.
BAB II
Sifat dan Tujuan
Pasal 2
Sifat
SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan bersifat Non struktural, mandiri, kekeluargaan, memiliki prinsip maju bersama serta diselenggarakan dari, oleh, dan untuk Pemerhati Pendidikan yang menjadi anggota.
Pasal 3
Tujuan
SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan bertujuan untuk:
1) Meningkatkan Mutu Pendidikan mulai dari pendidikan di usia dini sampai pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
2) Meningkatkan kemampuan dan loyalitas dalam rangka peningkatan mutu Pendidikan.
3) Meningkatkan mutu SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan yang tercermin dari hubungan silaturahim antara sesama Pemerhati Pendidikan di Kota Tarakan
BAB III
Organisasi
Pasal 4
Struktur, Susunan, dan Fungsi Organisasi
Struktur organisasi susunan pengurus, dan fungsi pengurus SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan diatur dalam anggaran rumah tangga.
Pasal 5
Hak dan Kewajiban Pengurus
Hak dan kewajiban pengurus SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan adalah:
1) Ketua atas nama pengurus berhak mewakili secara sah di luar organisasi untuk mewakili sesuatu hal demi kemajuan organisasi.
2) Bila mana ketua berhalangan hadir karena sesuatu hal maka sekretaris dapat mewakili ketua dengan hak dan kewajiban yang sama.
3) Pengurus berkewajiban menjalankan pekerjaan sehari- hari di dalam organisasi dan menjalankan keputusan keputusan rapat anggota SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan.
4) Sekretaris berkewajiban menyelenggarakan surat menyurat dalam organisasi.
5) Bendahara menangani kekayaan/keuangan organisasi dan melaporkan kepada pengurus yang selanjutnya dipertanggung jawabkan pada rapat anggota.
BAB IV
Kepengurusan
Pasal 6
Masa Kepengurusan dan Pemilihan Pengurus
1) Periode jabatan pengurus adalah ...... tahun dan dapat dicalonkan kembali pada pemilihan periode berikutnya.
2) Pengurus dipilih langsung oleh anggota.
3) Tata cara pemilihan pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB V
Keanggotaan
Pasal 7
Syarat Keanggotaan
1) Anggota SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan beranggotakan Pemerhati Pendidikan Kota Tarakan.
2) Syarat syarat menjadi anggota diatur dalam anggaran rumah tangga.
Pasal 8
Hak dan Kewajiban Anggota
Kewajiban anggota adalah:
1) Membantu terlaksananya tujuan organisasi
2) Mematuhi aturan dan putusan organisasi.
3) Menjaga martabat dan kehormatan organisasi.
4) Anggota berhak dipilih dan memilih pengurus untuk menjalankan organisasi
7) Seluruh anggota berhak mengajukan usulan untuk kemajuan organisasi.
BAB VI
Program Kerja
Pasal 9
Penyusunan program kerja
1) Program SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan disusun sekurang kurangnya sekali dalam satu kali periode kepengurusan.
2) Prinsip prinsip penyusunan program kerja diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VII
Pembiayaan
Pasal 10
1) Pembiayaan SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan berasal dari sumber yang sah dan tidak mengikat.
2) Sumber pembiayaan organisasi dijelaskan dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VIII
Penjamin Mutu dan Laporan
Pasal 11
Pelaksanaan Penjamin Mutu dan Pelaporan
1) Untuk menjamin mutu kegiatan SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan perlu dilaksanakan penjamin mutu yang akan melihat kesesuaian antara standar dengan pemenuhannya.
2) Data untuk penjamin mutu diperoleh dengan melakukan pemantauan dan evaluasi.
3) Pelaksanaan penjamin mutu yang meliputi mekanisme pemantauan dan evaluasi serta pelaporannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB IX
Perubahan Anggaran dasar Tata tertip persidangan, dan Pembubaran Organisasi
Pasal 12
Perubahan Anggaran Dasar
1) Perubahan Anggaran Dasar ini hanya dapat diubah dengan rapat anggota SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan yang sengaja dilakukan untuk maksud tersebut.
2) Rapat perubahan Anggaran Dasar harus dihadiri sekurang kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota.
3) Keputusan rapat perubahan anggaran dasar dianggap sah bila disetujui oleh dua pertiga anggota yang hadir.
4) Apabila Quorum tidak terpenuhi seperti yang dimaksut ayat 2 dan 3 pasal ini, maka pengesahan perubahan anggaran dasar dilakukan atas persetujuan anggota yang hadir dalam rapat anggota.
Pasal 13
Tata Tertib
Tata tertib persidangan ditetapkan pengurus dalam rapat anggota SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
Pasal 14
Pembubaran
1) Organisasi ini hanya dapat dibubarkan dengan keputusan rapat anggota SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan yang sengaja diadakan dengan maksud tersebut.
2) Rapat anggota harus dihadiri sekurang kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota
3) Keputusan rapat pembubaran dianggap sah jika disetujui oleh seluruh anggota yang hadir dan diketahui oleh Pemerintah Kota Tarakan.
BAB X
Penutup
Pasal 15
1) Anggaran dasar ini ditetapkan pada pertemuan Anggota SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan tanggal ……… 2011
2) Anggaran dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Tarakan
Tangga ..................... 2011
SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
Ketua Sekretaris
TAJUDDIN, S.Pd.,M.Pd ...................
Mengetahui
WALI KOTA TARAKAN
H. UDIN HIANGGIO
ANGGARAN RUMAH TANGGA
SIGMA INSTITUTE KOTA TARAKAN
BAB I
UMUM
Pasal 1
Anggaran rumah tangga ini merupakan penjabaran dari anggaran dasar.
BAB II
ORGANISASI
Pasal 2
Struktur, Susunan, dan Fungsi Organisasi
Struktur organisasi SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
1) terdiri dari :
a) Dewan Pembina yaitu Walikota Tarakan
b) Ketua
c) Sekretaris
d) Bendahara
e) Bidang-Bidang
2) Susunan organisasi SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
terdiri dari:
a) Satu orang Ketua
b) Satu orang sekretaris
c) Satu orang Bendahara
d) Masing – masing Bidang
3) Fungsi organisasi SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
Yaitu:
a) Wadah Guru dan Pemerhati Pendidikan Kota Tarakan.
b) Wadah untuk meningkatkan Mutu dan Profesionalitas Guru kota Tarakan.
BAB III
KEPENGURUSAN
Pasal 3
Tata Cara Pemilihan Pengurus
1) Pemilihan Pengurus dilakukan secara langsung melalui musyawarah mufakat.
2) Apabila musyawarah mufakat tidak dapat dilakukan maka dilakukan pemilihan secara Voting.
3) Voting dilakukan secara tertutup satu orang satu suara.
BAB III
KEANGGOTAAN
Pasal 4
Syarat-Syarat Anggota
1) Seluruh Guru dan Pemerhati Pendidikan Kota Tarakan
2) Siap mematuhi seluruh aturan organisasi.
BAB IV
Program Kerja
Pasal 5
Prinsip-prinsip penyusunan program kerja
1. Rancangan Program Kerja SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan disusun oleh pengurus kemudian di plenokan untuk dijadikan Program kerja.
2) Program kerja SIGMA INSTITUTE difokuskan pada peningkatan mutu Pendidikan secara menyeluruh.
BAB V
Sumber Pembiayaan
Sumber pembiayaan SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan berasal dari :
1) Iuran Anggota
2) Iuran Lembaga
3) Instansi / lembaga lain yang mengadakan kerja sama sesuai dengan dasar dan tujuan SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
BAB VI
Pelaporan
1) Pelaporan dilakukan secara berjenjang dan kontinyu kepada Pemerintah Kota Tarakan.
Ditetapkan di Tarakan
Tangga ..................... 2011
SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
Ketua Sekretaris
TAJUDDIN, S.Pd., M.Pd ...................
Mengetahui
WALI KOTA TARAKAN
H. UDIN HIANGGIO
SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan sebagai agen pemersatu dan pembaharu terhadap kemajuan dunia pendidikan Kota Tarakan. Kami dari SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan berkewajiban untuk selalu meningkatkan mutu pendidikan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan kota Tarakan secara khususnya dan pendidikan Indonesia secara global.
Maka dengan Rahmat Allah Tuhan Yang Maha Esa Kami SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan . Dengan ini menyatakan berhimpun serta membentuk organisasi yang bernama SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai berikut:
BAB I
Nama, Waktu dan Kedudukan
Pasal 1.
1.) Organisasi ini diberi nama SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan.
2.) SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan dirikan di Jl Sulawesi pada tanggal 19 Maret 2011 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
3.) SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan berkedudukan di Jl. Sulawesi RT 18 Kelurahan, Pamasusian kecamatan Tarakan Tengan, Kota Tarakan.
BAB II
Sifat dan Tujuan
Pasal 2
Sifat
SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan bersifat Non struktural, mandiri, kekeluargaan, memiliki prinsip maju bersama serta diselenggarakan dari, oleh, dan untuk Pemerhati Pendidikan yang menjadi anggota.
Pasal 3
Tujuan
SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan bertujuan untuk:
1) Meningkatkan Mutu Pendidikan mulai dari pendidikan di usia dini sampai pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
2) Meningkatkan kemampuan dan loyalitas dalam rangka peningkatan mutu Pendidikan.
3) Meningkatkan mutu SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan yang tercermin dari hubungan silaturahim antara sesama Pemerhati Pendidikan di Kota Tarakan
BAB III
Organisasi
Pasal 4
Struktur, Susunan, dan Fungsi Organisasi
Struktur organisasi susunan pengurus, dan fungsi pengurus SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan diatur dalam anggaran rumah tangga.
Pasal 5
Hak dan Kewajiban Pengurus
Hak dan kewajiban pengurus SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan adalah:
1) Ketua atas nama pengurus berhak mewakili secara sah di luar organisasi untuk mewakili sesuatu hal demi kemajuan organisasi.
2) Bila mana ketua berhalangan hadir karena sesuatu hal maka sekretaris dapat mewakili ketua dengan hak dan kewajiban yang sama.
3) Pengurus berkewajiban menjalankan pekerjaan sehari- hari di dalam organisasi dan menjalankan keputusan keputusan rapat anggota SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan.
4) Sekretaris berkewajiban menyelenggarakan surat menyurat dalam organisasi.
5) Bendahara menangani kekayaan/keuangan organisasi dan melaporkan kepada pengurus yang selanjutnya dipertanggung jawabkan pada rapat anggota.
BAB IV
Kepengurusan
Pasal 6
Masa Kepengurusan dan Pemilihan Pengurus
1) Periode jabatan pengurus adalah ...... tahun dan dapat dicalonkan kembali pada pemilihan periode berikutnya.
2) Pengurus dipilih langsung oleh anggota.
3) Tata cara pemilihan pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB V
Keanggotaan
Pasal 7
Syarat Keanggotaan
1) Anggota SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan beranggotakan Pemerhati Pendidikan Kota Tarakan.
2) Syarat syarat menjadi anggota diatur dalam anggaran rumah tangga.
Pasal 8
Hak dan Kewajiban Anggota
Kewajiban anggota adalah:
1) Membantu terlaksananya tujuan organisasi
2) Mematuhi aturan dan putusan organisasi.
3) Menjaga martabat dan kehormatan organisasi.
4) Anggota berhak dipilih dan memilih pengurus untuk menjalankan organisasi
7) Seluruh anggota berhak mengajukan usulan untuk kemajuan organisasi.
BAB VI
Program Kerja
Pasal 9
Penyusunan program kerja
1) Program SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan disusun sekurang kurangnya sekali dalam satu kali periode kepengurusan.
2) Prinsip prinsip penyusunan program kerja diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VII
Pembiayaan
Pasal 10
1) Pembiayaan SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan berasal dari sumber yang sah dan tidak mengikat.
2) Sumber pembiayaan organisasi dijelaskan dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VIII
Penjamin Mutu dan Laporan
Pasal 11
Pelaksanaan Penjamin Mutu dan Pelaporan
1) Untuk menjamin mutu kegiatan SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan perlu dilaksanakan penjamin mutu yang akan melihat kesesuaian antara standar dengan pemenuhannya.
2) Data untuk penjamin mutu diperoleh dengan melakukan pemantauan dan evaluasi.
3) Pelaksanaan penjamin mutu yang meliputi mekanisme pemantauan dan evaluasi serta pelaporannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB IX
Perubahan Anggaran dasar Tata tertip persidangan, dan Pembubaran Organisasi
Pasal 12
Perubahan Anggaran Dasar
1) Perubahan Anggaran Dasar ini hanya dapat diubah dengan rapat anggota SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan yang sengaja dilakukan untuk maksud tersebut.
2) Rapat perubahan Anggaran Dasar harus dihadiri sekurang kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota.
3) Keputusan rapat perubahan anggaran dasar dianggap sah bila disetujui oleh dua pertiga anggota yang hadir.
4) Apabila Quorum tidak terpenuhi seperti yang dimaksut ayat 2 dan 3 pasal ini, maka pengesahan perubahan anggaran dasar dilakukan atas persetujuan anggota yang hadir dalam rapat anggota.
Pasal 13
Tata Tertib
Tata tertib persidangan ditetapkan pengurus dalam rapat anggota SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
Pasal 14
Pembubaran
1) Organisasi ini hanya dapat dibubarkan dengan keputusan rapat anggota SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan yang sengaja diadakan dengan maksud tersebut.
2) Rapat anggota harus dihadiri sekurang kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota
3) Keputusan rapat pembubaran dianggap sah jika disetujui oleh seluruh anggota yang hadir dan diketahui oleh Pemerintah Kota Tarakan.
BAB X
Penutup
Pasal 15
1) Anggaran dasar ini ditetapkan pada pertemuan Anggota SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan tanggal ……… 2011
2) Anggaran dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Tarakan
Tangga ..................... 2011
SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
Ketua Sekretaris
TAJUDDIN, S.Pd.,M.Pd ...................
Mengetahui
WALI KOTA TARAKAN
H. UDIN HIANGGIO
ANGGARAN RUMAH TANGGA
SIGMA INSTITUTE KOTA TARAKAN
BAB I
UMUM
Pasal 1
Anggaran rumah tangga ini merupakan penjabaran dari anggaran dasar.
BAB II
ORGANISASI
Pasal 2
Struktur, Susunan, dan Fungsi Organisasi
Struktur organisasi SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
1) terdiri dari :
a) Dewan Pembina yaitu Walikota Tarakan
b) Ketua
c) Sekretaris
d) Bendahara
e) Bidang-Bidang
2) Susunan organisasi SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
terdiri dari:
a) Satu orang Ketua
b) Satu orang sekretaris
c) Satu orang Bendahara
d) Masing – masing Bidang
3) Fungsi organisasi SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
Yaitu:
a) Wadah Guru dan Pemerhati Pendidikan Kota Tarakan.
b) Wadah untuk meningkatkan Mutu dan Profesionalitas Guru kota Tarakan.
BAB III
KEPENGURUSAN
Pasal 3
Tata Cara Pemilihan Pengurus
1) Pemilihan Pengurus dilakukan secara langsung melalui musyawarah mufakat.
2) Apabila musyawarah mufakat tidak dapat dilakukan maka dilakukan pemilihan secara Voting.
3) Voting dilakukan secara tertutup satu orang satu suara.
BAB III
KEANGGOTAAN
Pasal 4
Syarat-Syarat Anggota
1) Seluruh Guru dan Pemerhati Pendidikan Kota Tarakan
2) Siap mematuhi seluruh aturan organisasi.
BAB IV
Program Kerja
Pasal 5
Prinsip-prinsip penyusunan program kerja
1. Rancangan Program Kerja SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan disusun oleh pengurus kemudian di plenokan untuk dijadikan Program kerja.
2) Program kerja SIGMA INSTITUTE difokuskan pada peningkatan mutu Pendidikan secara menyeluruh.
BAB V
Sumber Pembiayaan
Sumber pembiayaan SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan berasal dari :
1) Iuran Anggota
2) Iuran Lembaga
3) Instansi / lembaga lain yang mengadakan kerja sama sesuai dengan dasar dan tujuan SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
BAB VI
Pelaporan
1) Pelaporan dilakukan secara berjenjang dan kontinyu kepada Pemerintah Kota Tarakan.
Ditetapkan di Tarakan
Tangga ..................... 2011
SIGMA INSTITUTE Kota Tarakan
Ketua Sekretaris
TAJUDDIN, S.Pd., M.Pd ...................
Mengetahui
WALI KOTA TARAKAN
H. UDIN HIANGGIO
OPTIMALISASI PERAN GURU, ORANG TUA DAN MASYARAKAT DALAM PEMBINAAN SISWA MELALUI MODEL RAYONISASI
Oleh: Sambas Ali Muhidin
Pendahuluan
Tujuan yang diharapkan dari proses pendidikan sesuai dengan pembukaan UUD 1945, yaitu untuk menciptakan manusia Indonesia yang cerdas ternyata tidak mudah diraih. Pada hal telah banyak upaya-upaya yang dilakukan untuk membenahi sistem pendidikan kita dan bahkan tokoh-tokoh pendidikan di negeri ini pun sudah begitu banyak, tetapi tampaknya belum cukup berperan untuk mengangkat pendidikan kita dari ketertinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain. Data-data pun disajikan dan bahkan oleh Menteri Pendidikan Nasional sendiri diakui kebenarannya bahwa pendidikan kita tertinggal dari, misalnya Vietnam, anggaran pendidikan kita termasuk yang paling rendah dibanding dengan negara-negara ASEAN, sumber daya manusia (SDM) Indonesia semakin merosot kualitasnya, dan seterusnya dan seterusnya. Presiden Megawati pun merasakan bahwa Bangsa Indonesia dipandang rendah oleh bangsa-bangsa lain (Agung Prihantoro, Pikiran Rakyat: 2003).
Apa yang disampaikan oleh Agung Prihantoro di atas, kalau kita sistematisasikan, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa keberhasilan proses pembangunan disebabkan oleh keberadaan SDM yang tersedia, sementara keberadaan SDM sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang membentuk sumber daya manusia tersebut menjadi berkualitas atau tidak. Inilah akar permasalahannya dan selalu menjadi persoalan mendasar yang belum terjawab hingga saat ini, apakah sebenarnya yang menyebabkan sistem pendidikan kita jauh tertinggal dibandingkan negara lain.
Setidaknya ada dua hal selain anggaran pendidikan yang masih rendah, yang bisa dijadikan penyebab rendahnya out put yang dihasilkan oleh sistem pendidikan kita. Pertama, persoalan yang termasuk ke dalam mikro pendidikan yaitu menyangkut lembaga pendidikan (sekolah atau perguruan tinggi) dan kedua, persoalan yang termasuk ke dalam makro pendidikan yaitu masyarakat dan keluarga.
Selama ini sering terjadi perdebatan di tengah-tengah masyarakat dan bahkan terjadi pro-kontra mengenai rendahnya mutu lulusan yang dihasilkan oleh suatu lembaga pendidikan, misalnya ada pihak yang menilai bahwa kegagalan proses pendidikan disebabkan oleh ketidakmampuan sekolah dalam mendidik, sementara pihak sekolah berargumen bahwa proses pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah tetapi semua orang yang berkepentingan dengan dunia pendidikan (keluarga dan masyarakat) harus ikut terlibat dalam proses pendidikan.
Terlepas dari pendapat mana yang benar, harus kita akui bahwa sebenarnya proses pendidikan anak (siswa), untuk menghantarkan mereka menjadi manusia seutuhnya, sesungguhnya merupakan tanggung jawab bersama antara lembaga pendidikan, masyarakat dan pemerintah.
Apalagi dalam kehidupan yang semakin menglobal seperti sekarang ini, dimana persaingan sudah semakin kompetitif, maka sudah seharusnya dunia pendidikan kita mampu mengemas produk pendidikan secara kualitatif maupun kuantitatif, yang sesuai dengan tuntutan jaman dan kehidupan secara total dalam visi prospektif yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan global yang penuh persaingan tersebut (Endang Somantri, 2003)
Dalam makalahnya berjudul Pendidikan dalam Konteks Sosial Budaya, pada kegiatan Lokakarya Applied Approach (2003:4), Endang Somantri lebih lanjut menyebutkan bahwa :
Dalam proses pendidikan secara utuh maka diperlukan adanya interaksi edukatif yang masiv, konstruktif dan produktif diantara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pola dan proses pendidikan harus mampu memecah belenggu dominasi psikologi kognitif yang ketat yang mempu merenggangkan rantai intelektualisme semu kekawasan etika, lingkungan kehidupan dan penerapan rekayasa keilmuan dalam aspek kemampuan daya cipta, kepedulian sosial, patriotisme dan kemandirian.
Hal senada menyangkut pentingnya interaksi edukatif antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat juga disampaikan oleh Fasli Jalil (Pikiran Rakyat, 2002) yang meyebutkan:
Sesungguhnya proses pembinaan anak untuk menghantarkan mereka menjadi manusia seutuhnya merupakan tanggung jawab masyarakat bersama pemerintah. Masyarakat dalam hal ini keluarga, merupakan penanggung jawab utama dalam optimalisasi tumbuh kembang anak. Peran pemerintah adalah memfasilitasi masyarakat agar mereka dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Berdasarkan kedua pendapat di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan ternyata diperlukan adanya kerjasama atau sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Artinya bahwa harus ada kemitraan antara masyarakat (keluarga) dan pemerintah melalui lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Komitmen untuk mencapai tujuan pendidikan secara bersama inilah yang harus mulai dibangun, karena selama ini kita masih sering mendengar masih ada nada saling menyalahkan mengenai siapa yang harus bertanggung jawab sehubungan rendahnya mutu lulusan lembaga pendidikan (sekolah).
Menyangkut rendahnya mutu lulusan pendidikan yang berimbas pada rendahnya kualitas SDM, di awal tulisan ini sudah disampaikan bahwa lembaga pendidikan tidak bisa sendirian dalam menjalankan proses pendidikan, tetapi harus didukung oleh masyarakat atau keluarga (dalam hal ini orang tua). Keberadaan orang tua dalam proses pendidikan sangat penting sekali, karena sebagus apapun program pendidikan yang digulirkan oleh pemerintah atau sekolah, kalau hanya single fighter hanya sekolah saja yang memberikan proses pendidikan tanpa melibatkan orang tua, maka tujuan pendidikan tidak akan dicapai secara optimal. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat HM. Arifin (2000:9) yang menyebutkan bahwa faktor yang dapat membantu berlangsungnya kegiatan belajar mengajar atau terlaksananya proses pendidikan adalah masyarakat sekitar termasuk keluarga dan kondisi sosial ekonomis masyarakat pada umumnya.
Keberadaan orang tua dalam proses pendidikan adalah sangat penting terhadap perkembangan anak (siswa). Muhibbin Syah (1995:45) menyebutkan bahwa faktor orang tua atau keluarga terutama sifat dan keadaan mereka sangat menentukan arah perkembangan masa depan para siswa. Sikap dan perlakuan orang tua akan berhubungan erat dengan perilaku dan kehidupan sosial anak dikemudian hari. Patterson & Loeber (1984) dikutif oleh Muhibbin Syah (1995:138) selanjutnya menjelaskan:
Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar mengajar siswa adalah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik dan buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
Pernyataan di atas, sepertinya sangat masuk akal apalagi kalau kemudian kita merujuk pada pendapat Perquin – Russen (1982:11) bahwa:
manusia dalam usia muda sangat banyak membutuhkan pertolongan, suatu pertolongan tertentu dan halus. Pertolongan tersebut harus bersifat tetap dan menuntut daya perasa halus dan rasa kasih yang kuat. Lebih lanjut Perquin – Russel mengatakan hanya orang tua yang dapat memberikan pertolongan ini. Hanya persatuan diri mereka dengan anak yang cukup, yang bisa memberikan pertolongan pada kebutuhan-kebutuhan anak.
Dengan demikian jelas sudah bahwa perilaku anak sangat ditentukan oleh keberadaan orang tuanya. Sehingga bisa disimpulkan semakin banyak orang tua dilibatkan dalam proses pendidikan, maka kemungkinan partisifasi siswa dalam proses pembelajaran pun akan semakin meningkat pula.
Keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan dengan mendukung program pendidikan yang dibuat sekolah, memang sudah seharusnya, apalagi kalau melihat pandangan filosofis tentang hakikat sekolah, masyarakat dan bagaimana hubungan diantara keduanya yang saling membutuhkan dan saling berkorelasi. (Ngalim Purwanto,1987:188). Elsbree dan McNally (1959) seperti yang dikutip Ngalim Purwanto (1987:190) mengemukakan tiga hal tentang pentingnya hubungan antara sekolah dengan masyarakat dilihat dari tujuannya, yaitu:
a. untuk mengembangkan mutu belajar dan pertumbuhan anak.
b. untuk mempertinggi tujuan-tujuan dan mutu kehidupan masyarakat
c. untuk mengembangkan pengertian, antusiasme masyarakat dalam membantu pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
Berdasarkan tujuan yang dikemukakan oleh Elsbree dan McNally di atas, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa untuk lebih banyak melibatkan orang tua dalam proses pendidikan, agar keberadaan orang tua tersebut bisa meningkatkan partisipasi belajar siswa, maka pihak sekolah harus mampu membuat konsep-konsep pendidikan yang mengandung implikasi-implikasi yang berhubungan dengan masyarakat
Sehingga dengan demikian keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan sangat tergantung dari konsep atau program pendidikan yang dibuat oleh sekolah, disamping tentunya masing-masing pihak telah menyadari sepenuhnya tentang tujuan pendidikan yang akan dicapai. Apabila sekolah dan masyarakat (keluarga) sudah punya komitmen untuk memajukan produk pendidikan, maka akan terbuka peluang bagi kita untuk lebih meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, yang pada akhirnya akan memungkin bangsa Indonesia memiliki SDM yang berkualitas.
Pendahuluan
Tujuan yang diharapkan dari proses pendidikan sesuai dengan pembukaan UUD 1945, yaitu untuk menciptakan manusia Indonesia yang cerdas ternyata tidak mudah diraih. Pada hal telah banyak upaya-upaya yang dilakukan untuk membenahi sistem pendidikan kita dan bahkan tokoh-tokoh pendidikan di negeri ini pun sudah begitu banyak, tetapi tampaknya belum cukup berperan untuk mengangkat pendidikan kita dari ketertinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain. Data-data pun disajikan dan bahkan oleh Menteri Pendidikan Nasional sendiri diakui kebenarannya bahwa pendidikan kita tertinggal dari, misalnya Vietnam, anggaran pendidikan kita termasuk yang paling rendah dibanding dengan negara-negara ASEAN, sumber daya manusia (SDM) Indonesia semakin merosot kualitasnya, dan seterusnya dan seterusnya. Presiden Megawati pun merasakan bahwa Bangsa Indonesia dipandang rendah oleh bangsa-bangsa lain (Agung Prihantoro, Pikiran Rakyat: 2003).
Apa yang disampaikan oleh Agung Prihantoro di atas, kalau kita sistematisasikan, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa keberhasilan proses pembangunan disebabkan oleh keberadaan SDM yang tersedia, sementara keberadaan SDM sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang membentuk sumber daya manusia tersebut menjadi berkualitas atau tidak. Inilah akar permasalahannya dan selalu menjadi persoalan mendasar yang belum terjawab hingga saat ini, apakah sebenarnya yang menyebabkan sistem pendidikan kita jauh tertinggal dibandingkan negara lain.
Setidaknya ada dua hal selain anggaran pendidikan yang masih rendah, yang bisa dijadikan penyebab rendahnya out put yang dihasilkan oleh sistem pendidikan kita. Pertama, persoalan yang termasuk ke dalam mikro pendidikan yaitu menyangkut lembaga pendidikan (sekolah atau perguruan tinggi) dan kedua, persoalan yang termasuk ke dalam makro pendidikan yaitu masyarakat dan keluarga.
Selama ini sering terjadi perdebatan di tengah-tengah masyarakat dan bahkan terjadi pro-kontra mengenai rendahnya mutu lulusan yang dihasilkan oleh suatu lembaga pendidikan, misalnya ada pihak yang menilai bahwa kegagalan proses pendidikan disebabkan oleh ketidakmampuan sekolah dalam mendidik, sementara pihak sekolah berargumen bahwa proses pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah tetapi semua orang yang berkepentingan dengan dunia pendidikan (keluarga dan masyarakat) harus ikut terlibat dalam proses pendidikan.
Terlepas dari pendapat mana yang benar, harus kita akui bahwa sebenarnya proses pendidikan anak (siswa), untuk menghantarkan mereka menjadi manusia seutuhnya, sesungguhnya merupakan tanggung jawab bersama antara lembaga pendidikan, masyarakat dan pemerintah.
Apalagi dalam kehidupan yang semakin menglobal seperti sekarang ini, dimana persaingan sudah semakin kompetitif, maka sudah seharusnya dunia pendidikan kita mampu mengemas produk pendidikan secara kualitatif maupun kuantitatif, yang sesuai dengan tuntutan jaman dan kehidupan secara total dalam visi prospektif yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan global yang penuh persaingan tersebut (Endang Somantri, 2003)
Dalam makalahnya berjudul Pendidikan dalam Konteks Sosial Budaya, pada kegiatan Lokakarya Applied Approach (2003:4), Endang Somantri lebih lanjut menyebutkan bahwa :
Dalam proses pendidikan secara utuh maka diperlukan adanya interaksi edukatif yang masiv, konstruktif dan produktif diantara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pola dan proses pendidikan harus mampu memecah belenggu dominasi psikologi kognitif yang ketat yang mempu merenggangkan rantai intelektualisme semu kekawasan etika, lingkungan kehidupan dan penerapan rekayasa keilmuan dalam aspek kemampuan daya cipta, kepedulian sosial, patriotisme dan kemandirian.
Hal senada menyangkut pentingnya interaksi edukatif antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat juga disampaikan oleh Fasli Jalil (Pikiran Rakyat, 2002) yang meyebutkan:
Sesungguhnya proses pembinaan anak untuk menghantarkan mereka menjadi manusia seutuhnya merupakan tanggung jawab masyarakat bersama pemerintah. Masyarakat dalam hal ini keluarga, merupakan penanggung jawab utama dalam optimalisasi tumbuh kembang anak. Peran pemerintah adalah memfasilitasi masyarakat agar mereka dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Berdasarkan kedua pendapat di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan ternyata diperlukan adanya kerjasama atau sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Artinya bahwa harus ada kemitraan antara masyarakat (keluarga) dan pemerintah melalui lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Komitmen untuk mencapai tujuan pendidikan secara bersama inilah yang harus mulai dibangun, karena selama ini kita masih sering mendengar masih ada nada saling menyalahkan mengenai siapa yang harus bertanggung jawab sehubungan rendahnya mutu lulusan lembaga pendidikan (sekolah).
Menyangkut rendahnya mutu lulusan pendidikan yang berimbas pada rendahnya kualitas SDM, di awal tulisan ini sudah disampaikan bahwa lembaga pendidikan tidak bisa sendirian dalam menjalankan proses pendidikan, tetapi harus didukung oleh masyarakat atau keluarga (dalam hal ini orang tua). Keberadaan orang tua dalam proses pendidikan sangat penting sekali, karena sebagus apapun program pendidikan yang digulirkan oleh pemerintah atau sekolah, kalau hanya single fighter hanya sekolah saja yang memberikan proses pendidikan tanpa melibatkan orang tua, maka tujuan pendidikan tidak akan dicapai secara optimal. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat HM. Arifin (2000:9) yang menyebutkan bahwa faktor yang dapat membantu berlangsungnya kegiatan belajar mengajar atau terlaksananya proses pendidikan adalah masyarakat sekitar termasuk keluarga dan kondisi sosial ekonomis masyarakat pada umumnya.
Keberadaan orang tua dalam proses pendidikan adalah sangat penting terhadap perkembangan anak (siswa). Muhibbin Syah (1995:45) menyebutkan bahwa faktor orang tua atau keluarga terutama sifat dan keadaan mereka sangat menentukan arah perkembangan masa depan para siswa. Sikap dan perlakuan orang tua akan berhubungan erat dengan perilaku dan kehidupan sosial anak dikemudian hari. Patterson & Loeber (1984) dikutif oleh Muhibbin Syah (1995:138) selanjutnya menjelaskan:
Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar mengajar siswa adalah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik dan buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
Pernyataan di atas, sepertinya sangat masuk akal apalagi kalau kemudian kita merujuk pada pendapat Perquin – Russen (1982:11) bahwa:
manusia dalam usia muda sangat banyak membutuhkan pertolongan, suatu pertolongan tertentu dan halus. Pertolongan tersebut harus bersifat tetap dan menuntut daya perasa halus dan rasa kasih yang kuat. Lebih lanjut Perquin – Russel mengatakan hanya orang tua yang dapat memberikan pertolongan ini. Hanya persatuan diri mereka dengan anak yang cukup, yang bisa memberikan pertolongan pada kebutuhan-kebutuhan anak.
Dengan demikian jelas sudah bahwa perilaku anak sangat ditentukan oleh keberadaan orang tuanya. Sehingga bisa disimpulkan semakin banyak orang tua dilibatkan dalam proses pendidikan, maka kemungkinan partisifasi siswa dalam proses pembelajaran pun akan semakin meningkat pula.
Keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan dengan mendukung program pendidikan yang dibuat sekolah, memang sudah seharusnya, apalagi kalau melihat pandangan filosofis tentang hakikat sekolah, masyarakat dan bagaimana hubungan diantara keduanya yang saling membutuhkan dan saling berkorelasi. (Ngalim Purwanto,1987:188). Elsbree dan McNally (1959) seperti yang dikutip Ngalim Purwanto (1987:190) mengemukakan tiga hal tentang pentingnya hubungan antara sekolah dengan masyarakat dilihat dari tujuannya, yaitu:
a. untuk mengembangkan mutu belajar dan pertumbuhan anak.
b. untuk mempertinggi tujuan-tujuan dan mutu kehidupan masyarakat
c. untuk mengembangkan pengertian, antusiasme masyarakat dalam membantu pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
Berdasarkan tujuan yang dikemukakan oleh Elsbree dan McNally di atas, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa untuk lebih banyak melibatkan orang tua dalam proses pendidikan, agar keberadaan orang tua tersebut bisa meningkatkan partisipasi belajar siswa, maka pihak sekolah harus mampu membuat konsep-konsep pendidikan yang mengandung implikasi-implikasi yang berhubungan dengan masyarakat
Sehingga dengan demikian keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan sangat tergantung dari konsep atau program pendidikan yang dibuat oleh sekolah, disamping tentunya masing-masing pihak telah menyadari sepenuhnya tentang tujuan pendidikan yang akan dicapai. Apabila sekolah dan masyarakat (keluarga) sudah punya komitmen untuk memajukan produk pendidikan, maka akan terbuka peluang bagi kita untuk lebih meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, yang pada akhirnya akan memungkin bangsa Indonesia memiliki SDM yang berkualitas.
Jumat, 01 April 2011
Mengenali Perkembangan Anak
Sebagian orang berpendapat bahwa mengajar di Sekolah Minggu bukanlah pekerjaan yang sukar. Anggapan seperti inilah yang sering menjadi penyebab kegagalan dalam mengajar.
Karena disamping persiapan mengajar yang matang, seorang Guru Sekolah Minggu dituntut untuk memahami/memperhatikan perkembangan Psikologi Anak berdasarkan usianya. Hal ini akan berpengaruh pada tehnik mengajar yang harus digunakan sesuai dengan perkembangan usia mereka.
Dari berbagai ahli yang menyusun tentang tingkat perkembangan anak, ada dua model yang sangat berpengaruh dalam pengajaran di Sekolah Minggu.
Dengan mempertimbangkan batasan umum Sekolah Minggu, maka dalam pembahasan inipun dibatasi sampai pada usia pra-remaja dengan perkembangan normal.
Perkembangan KOGNITIF ANAK
Menurut PIAGET perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap:
1. Sensori Motor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak.
Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.
Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'.
Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).
2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.
Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.
3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.
Namun dalam menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan bahasa.
Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami.
4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.
Namun kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk dapat memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika memasuki usia pubertas.
Perkembangan PSYCHO-SOSIAL
Menurut ERICK ERICKSON perkembangan Psycho-sosial atau perkembangan jiwa manusia yang dipengaruhi oleh masyarakat dibagi menjadi 8 tahap:
1. Trust >< Mistrust (usia 0-1 tahun) Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa percaya diri. Fokus terletak pada Panca Indera, sehingga mereka sangat memerlukan sentuhan dan pelukan. 2. Otonomi/Mandiri >< Malu/Ragu-ragu (usia 2-3 tahun) Tahap ini bisa dikatakan sebagai masa pemberontakan anak atau masa 'nakal'-nya. sebagai contoh langsung yang terlihat adalah mereka akan sering berlari-lari dalam Sekolah Minggu. Namun kenakalannya itu tidak bisa dicegah begitu saja, karena ini adalah tahap dimana anak sedang mengembangkan kemampuan motorik (fisik) dan mental (kognitif), sehingga yang diperlukan justru mendorong dan memberikan tempat untuk mengembangkan motorik dan mentalnya. Pada saat ini anak sangat terpengaruh oleh orang-orang penting di sekitarnya (Orang Tua - Guru Sekolah Minggu) 3. Inisiatif >< Rasa Bersalah (usia 4-5 tahun) Dalam tahap ini anak akan banyak bertanya dalam segala hal, sehingga berkesan cerewet. Pada usia ini juga mereka mengalami pengembangan inisiatif/ide, sampai pada hal-hal yang berbau fantasi. Mereka sudah lebih bisa tenang dalam mendengarkan Firman Tuhan di Sekolah Minggu. 4. Industri/Rajin >< Inferioriti (usia 6-11 tahun)
Anak usia ini sudah mengerjakan tugas-tugas sekolah - termotivasi untuk belajar. Namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan menuntut perhatian.
Sesuai dengan batasan usia Sekolah Minggu pada umumnya, maka empat tahap berikutnya (Usia diatas 11 tahun) tidak dibahas dalam kolom ini.
Karena disamping persiapan mengajar yang matang, seorang Guru Sekolah Minggu dituntut untuk memahami/memperhatikan perkembangan Psikologi Anak berdasarkan usianya. Hal ini akan berpengaruh pada tehnik mengajar yang harus digunakan sesuai dengan perkembangan usia mereka.
Dari berbagai ahli yang menyusun tentang tingkat perkembangan anak, ada dua model yang sangat berpengaruh dalam pengajaran di Sekolah Minggu.
Dengan mempertimbangkan batasan umum Sekolah Minggu, maka dalam pembahasan inipun dibatasi sampai pada usia pra-remaja dengan perkembangan normal.
Perkembangan KOGNITIF ANAK
Menurut PIAGET perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap:
1. Sensori Motor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak.
Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.
Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'.
Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).
2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.
Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.
3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.
Namun dalam menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan bahasa.
Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami.
4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.
Namun kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk dapat memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika memasuki usia pubertas.
Perkembangan PSYCHO-SOSIAL
Menurut ERICK ERICKSON perkembangan Psycho-sosial atau perkembangan jiwa manusia yang dipengaruhi oleh masyarakat dibagi menjadi 8 tahap:
1. Trust >< Mistrust (usia 0-1 tahun) Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa percaya diri. Fokus terletak pada Panca Indera, sehingga mereka sangat memerlukan sentuhan dan pelukan. 2. Otonomi/Mandiri >< Malu/Ragu-ragu (usia 2-3 tahun) Tahap ini bisa dikatakan sebagai masa pemberontakan anak atau masa 'nakal'-nya. sebagai contoh langsung yang terlihat adalah mereka akan sering berlari-lari dalam Sekolah Minggu. Namun kenakalannya itu tidak bisa dicegah begitu saja, karena ini adalah tahap dimana anak sedang mengembangkan kemampuan motorik (fisik) dan mental (kognitif), sehingga yang diperlukan justru mendorong dan memberikan tempat untuk mengembangkan motorik dan mentalnya. Pada saat ini anak sangat terpengaruh oleh orang-orang penting di sekitarnya (Orang Tua - Guru Sekolah Minggu) 3. Inisiatif >< Rasa Bersalah (usia 4-5 tahun) Dalam tahap ini anak akan banyak bertanya dalam segala hal, sehingga berkesan cerewet. Pada usia ini juga mereka mengalami pengembangan inisiatif/ide, sampai pada hal-hal yang berbau fantasi. Mereka sudah lebih bisa tenang dalam mendengarkan Firman Tuhan di Sekolah Minggu. 4. Industri/Rajin >< Inferioriti (usia 6-11 tahun)
Anak usia ini sudah mengerjakan tugas-tugas sekolah - termotivasi untuk belajar. Namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan menuntut perhatian.
Sesuai dengan batasan usia Sekolah Minggu pada umumnya, maka empat tahap berikutnya (Usia diatas 11 tahun) tidak dibahas dalam kolom ini.
Manfaat pameran seni rupa di lingkungan sekolah
a) Meningkatkan kemampuan berkarya
Dengan adanya pameran, karya-karya para siswa akan dilihat oleh masyarakat sehingga para siswa dituntut untuk menghasilkan karyanya yang terbaik. Di sini akan terjadi persaingan yang sehat dan terarah, dan hal ini menjadi pendorong bagi siswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam berkarya.
b) Dapat melakukan penilaian / evaluasi
Pameran merupakan kesempatan bagi guru untuk melihat sejauh mana kemajuan yang dicapai oleh siswanya. Pameran dapat dikatakan menjadi sarana untuk melakukan penilaian atau evaluasi terhadap kemajuan dan perkembangan yang terjadi pada diri siswa. Sehingga penilaian atau evaluasi ini dapat dimasukan dalam perhitungan nilai rapor.
Penilaian juga dilakukan oleh pihak luar sekolah seperti orang tua siswa atau masyarakat umum yang mengunjungi pameran tersebut. Dari kesan pesan yang mereka sampaikan tentunya dapat memberi gambaran sampai sejauh mana keberhasilan pendidikan seni rupa di sekolah tersebut.
c) Sebagai sarana apresiasi dan hiburan
Di samping sebagai sarana untuk melakukan penilaian atau evaluasi, kegiatan pameran dapat dijadikan sebagai sarana apresiasi. Apresiasi di sini dapat diartikan sebagai penikmatan, pengamatan, penghargaan, atau bisa juga penilaian terhadap karya-karya yang ditampilkan.
Penilaian yang dimaksud bukan menilai dengan angka, melainkan suatu proses pencarian nilai-nilai seni, pemahaman isi dan pesan dari karya seni, dan melakukan juga perbandingan-perbandingan terhadap karya seni sehingga nantinya akan didapat sebuah penilaian yang utuh dan komprehensif.
Dalam arti yang luas, kegiatan pameran dapat juga diartikan sebagai sarana untuk mendapatkan hiburan. Di sini masyarakat dapat merasakan kesenangan atau empati, merasakan suka duka seperti layaknya menonton film atau menyaksikan pertunjukkan musik dan seni lainnya.
d) Melatih siswa untuk bermasyarakat
Melaksanakan kegiatan pameran bukanlah kerja perorangan, melainkan kerja kelompok yang melibatkan banyak orang. Jadi, dengan mengadakan pameran seni rupa di sekolah, mendidik para siswa untuk bermasyarakat. Di sini para siswa dapat bekerja sama satu sama lain, melatih untuk menghargai pendapat orang lain, dan dapat pula memberi pendapat terhadap tim kerjanya.
Dengan adanya pameran, karya-karya para siswa akan dilihat oleh masyarakat sehingga para siswa dituntut untuk menghasilkan karyanya yang terbaik. Di sini akan terjadi persaingan yang sehat dan terarah, dan hal ini menjadi pendorong bagi siswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam berkarya.
b) Dapat melakukan penilaian / evaluasi
Pameran merupakan kesempatan bagi guru untuk melihat sejauh mana kemajuan yang dicapai oleh siswanya. Pameran dapat dikatakan menjadi sarana untuk melakukan penilaian atau evaluasi terhadap kemajuan dan perkembangan yang terjadi pada diri siswa. Sehingga penilaian atau evaluasi ini dapat dimasukan dalam perhitungan nilai rapor.
Penilaian juga dilakukan oleh pihak luar sekolah seperti orang tua siswa atau masyarakat umum yang mengunjungi pameran tersebut. Dari kesan pesan yang mereka sampaikan tentunya dapat memberi gambaran sampai sejauh mana keberhasilan pendidikan seni rupa di sekolah tersebut.
c) Sebagai sarana apresiasi dan hiburan
Di samping sebagai sarana untuk melakukan penilaian atau evaluasi, kegiatan pameran dapat dijadikan sebagai sarana apresiasi. Apresiasi di sini dapat diartikan sebagai penikmatan, pengamatan, penghargaan, atau bisa juga penilaian terhadap karya-karya yang ditampilkan.
Penilaian yang dimaksud bukan menilai dengan angka, melainkan suatu proses pencarian nilai-nilai seni, pemahaman isi dan pesan dari karya seni, dan melakukan juga perbandingan-perbandingan terhadap karya seni sehingga nantinya akan didapat sebuah penilaian yang utuh dan komprehensif.
Dalam arti yang luas, kegiatan pameran dapat juga diartikan sebagai sarana untuk mendapatkan hiburan. Di sini masyarakat dapat merasakan kesenangan atau empati, merasakan suka duka seperti layaknya menonton film atau menyaksikan pertunjukkan musik dan seni lainnya.
d) Melatih siswa untuk bermasyarakat
Melaksanakan kegiatan pameran bukanlah kerja perorangan, melainkan kerja kelompok yang melibatkan banyak orang. Jadi, dengan mengadakan pameran seni rupa di sekolah, mendidik para siswa untuk bermasyarakat. Di sini para siswa dapat bekerja sama satu sama lain, melatih untuk menghargai pendapat orang lain, dan dapat pula memberi pendapat terhadap tim kerjanya.
Langganan:
Postingan (Atom)