MASUK

Senin, 04 April 2011

OPTIMALISASI PERAN GURU, ORANG TUA DAN MASYARAKAT DALAM PEMBINAAN SISWA MELALUI MODEL RAYONISASI

Oleh: Sambas Ali Muhidin
Pendahuluan
Tujuan yang diharapkan dari proses pendidikan sesuai dengan pembukaan UUD 1945, yaitu untuk menciptakan manusia Indonesia yang cerdas ternyata tidak mudah diraih. Pada hal telah banyak upaya-upaya yang dilakukan untuk membenahi sistem pendidikan kita dan bahkan tokoh-tokoh pendidikan di negeri ini pun sudah begitu banyak, tetapi tampaknya belum cukup berperan untuk mengangkat pendidikan kita dari ketertinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain. Data-data pun disajikan dan bahkan oleh Menteri Pendidikan Nasional sendiri diakui kebenarannya bahwa pendidikan kita tertinggal dari, misalnya Vietnam, anggaran pendidikan kita termasuk yang paling rendah dibanding dengan negara-negara ASEAN, sumber daya manusia (SDM) Indonesia semakin merosot kualitasnya, dan seterusnya dan seterusnya. Presiden Megawati pun merasakan bahwa Bangsa Indonesia dipandang rendah oleh bangsa-bangsa lain (Agung Prihantoro, Pikiran Rakyat: 2003).

Apa yang disampaikan oleh Agung Prihantoro di atas, kalau kita sistematisasikan, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa keberhasilan proses pembangunan disebabkan oleh keberadaan SDM yang tersedia, sementara keberadaan SDM sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang membentuk sumber daya manusia tersebut menjadi berkualitas atau tidak. Inilah akar permasalahannya dan selalu menjadi persoalan mendasar yang belum terjawab hingga saat ini, apakah sebenarnya yang menyebabkan sistem pendidikan kita jauh tertinggal dibandingkan negara lain.

Setidaknya ada dua hal selain anggaran pendidikan yang masih rendah, yang bisa dijadikan penyebab rendahnya out put yang dihasilkan oleh sistem pendidikan kita. Pertama, persoalan yang termasuk ke dalam mikro pendidikan yaitu menyangkut lembaga pendidikan (sekolah atau perguruan tinggi) dan kedua, persoalan yang termasuk ke dalam makro pendidikan yaitu masyarakat dan keluarga.

Selama ini sering terjadi perdebatan di tengah-tengah masyarakat dan bahkan terjadi pro-kontra mengenai rendahnya mutu lulusan yang dihasilkan oleh suatu lembaga pendidikan, misalnya ada pihak yang menilai bahwa kegagalan proses pendidikan disebabkan oleh ketidakmampuan sekolah dalam mendidik, sementara pihak sekolah berargumen bahwa proses pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah tetapi semua orang yang berkepentingan dengan dunia pendidikan (keluarga dan masyarakat) harus ikut terlibat dalam proses pendidikan.

Terlepas dari pendapat mana yang benar, harus kita akui bahwa sebenarnya proses pendidikan anak (siswa), untuk menghantarkan mereka menjadi manusia seutuhnya, sesungguhnya merupakan tanggung jawab bersama antara lembaga pendidikan, masyarakat dan pemerintah.

Apalagi dalam kehidupan yang semakin menglobal seperti sekarang ini, dimana persaingan sudah semakin kompetitif, maka sudah seharusnya dunia pendidikan kita mampu mengemas produk pendidikan secara kualitatif maupun kuantitatif, yang sesuai dengan tuntutan jaman dan kehidupan secara total dalam visi prospektif yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan global yang penuh persaingan tersebut (Endang Somantri, 2003)

Dalam makalahnya berjudul Pendidikan dalam Konteks Sosial Budaya, pada kegiatan Lokakarya Applied Approach (2003:4), Endang Somantri lebih lanjut menyebutkan bahwa :

Dalam proses pendidikan secara utuh maka diperlukan adanya interaksi edukatif yang masiv, konstruktif dan produktif diantara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pola dan proses pendidikan harus mampu memecah belenggu dominasi psikologi kognitif yang ketat yang mempu merenggangkan rantai intelektualisme semu kekawasan etika, lingkungan kehidupan dan penerapan rekayasa keilmuan dalam aspek kemampuan daya cipta, kepedulian sosial, patriotisme dan kemandirian.

Hal senada menyangkut pentingnya interaksi edukatif antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat juga disampaikan oleh Fasli Jalil (Pikiran Rakyat, 2002) yang meyebutkan:

Sesungguhnya proses pembinaan anak untuk menghantarkan mereka menjadi manusia seutuhnya merupakan tanggung jawab masyarakat bersama pemerintah. Masyarakat dalam hal ini keluarga, merupakan penanggung jawab utama dalam optimalisasi tumbuh kembang anak. Peran pemerintah adalah memfasilitasi masyarakat agar mereka dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak.

Berdasarkan kedua pendapat di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan ternyata diperlukan adanya kerjasama atau sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Artinya bahwa harus ada kemitraan antara masyarakat (keluarga) dan pemerintah melalui lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Komitmen untuk mencapai tujuan pendidikan secara bersama inilah yang harus mulai dibangun, karena selama ini kita masih sering mendengar masih ada nada saling menyalahkan mengenai siapa yang harus bertanggung jawab sehubungan rendahnya mutu lulusan lembaga pendidikan (sekolah).

Menyangkut rendahnya mutu lulusan pendidikan yang berimbas pada rendahnya kualitas SDM, di awal tulisan ini sudah disampaikan bahwa lembaga pendidikan tidak bisa sendirian dalam menjalankan proses pendidikan, tetapi harus didukung oleh masyarakat atau keluarga (dalam hal ini orang tua). Keberadaan orang tua dalam proses pendidikan sangat penting sekali, karena sebagus apapun program pendidikan yang digulirkan oleh pemerintah atau sekolah, kalau hanya single fighter hanya sekolah saja yang memberikan proses pendidikan tanpa melibatkan orang tua, maka tujuan pendidikan tidak akan dicapai secara optimal. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat HM. Arifin (2000:9) yang menyebutkan bahwa faktor yang dapat membantu berlangsungnya kegiatan belajar mengajar atau terlaksananya proses pendidikan adalah masyarakat sekitar termasuk keluarga dan kondisi sosial ekonomis masyarakat pada umumnya.

Keberadaan orang tua dalam proses pendidikan adalah sangat penting terhadap perkembangan anak (siswa). Muhibbin Syah (1995:45) menyebutkan bahwa faktor orang tua atau keluarga terutama sifat dan keadaan mereka sangat menentukan arah perkembangan masa depan para siswa. Sikap dan perlakuan orang tua akan berhubungan erat dengan perilaku dan kehidupan sosial anak dikemudian hari. Patterson & Loeber (1984) dikutif oleh Muhibbin Syah (1995:138) selanjutnya menjelaskan:

Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar mengajar siswa adalah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik dan buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.


Pernyataan di atas, sepertinya sangat masuk akal apalagi kalau kemudian kita merujuk pada pendapat Perquin – Russen (1982:11) bahwa:

manusia dalam usia muda sangat banyak membutuhkan pertolongan, suatu pertolongan tertentu dan halus. Pertolongan tersebut harus bersifat tetap dan menuntut daya perasa halus dan rasa kasih yang kuat. Lebih lanjut Perquin – Russel mengatakan hanya orang tua yang dapat memberikan pertolongan ini. Hanya persatuan diri mereka dengan anak yang cukup, yang bisa memberikan pertolongan pada kebutuhan-kebutuhan anak.


Dengan demikian jelas sudah bahwa perilaku anak sangat ditentukan oleh keberadaan orang tuanya. Sehingga bisa disimpulkan semakin banyak orang tua dilibatkan dalam proses pendidikan, maka kemungkinan partisifasi siswa dalam proses pembelajaran pun akan semakin meningkat pula.

Keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan dengan mendukung program pendidikan yang dibuat sekolah, memang sudah seharusnya, apalagi kalau melihat pandangan filosofis tentang hakikat sekolah, masyarakat dan bagaimana hubungan diantara keduanya yang saling membutuhkan dan saling berkorelasi. (Ngalim Purwanto,1987:188). Elsbree dan McNally (1959) seperti yang dikutip Ngalim Purwanto (1987:190) mengemukakan tiga hal tentang pentingnya hubungan antara sekolah dengan masyarakat dilihat dari tujuannya, yaitu:
a. untuk mengembangkan mutu belajar dan pertumbuhan anak.
b. untuk mempertinggi tujuan-tujuan dan mutu kehidupan masyarakat
c. untuk mengembangkan pengertian, antusiasme masyarakat dalam membantu pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah

Berdasarkan tujuan yang dikemukakan oleh Elsbree dan McNally di atas, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa untuk lebih banyak melibatkan orang tua dalam proses pendidikan, agar keberadaan orang tua tersebut bisa meningkatkan partisipasi belajar siswa, maka pihak sekolah harus mampu membuat konsep-konsep pendidikan yang mengandung implikasi-implikasi yang berhubungan dengan masyarakat

Sehingga dengan demikian keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan sangat tergantung dari konsep atau program pendidikan yang dibuat oleh sekolah, disamping tentunya masing-masing pihak telah menyadari sepenuhnya tentang tujuan pendidikan yang akan dicapai. Apabila sekolah dan masyarakat (keluarga) sudah punya komitmen untuk memajukan produk pendidikan, maka akan terbuka peluang bagi kita untuk lebih meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, yang pada akhirnya akan memungkin bangsa Indonesia memiliki SDM yang berkualitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar